Korban Kekerasan Seksual Sering Diancam, Permendikbud 30/2021 Atur Soal Relasi Kuasa

Alessandra Langit - Senin, 15 November 2021
Permendikbud Ristek Nomor 30/2021 mengatur tentang ketimpangan relasi kuasa yang mengancam korban kekerasan seksual.
Permendikbud Ristek Nomor 30/2021 mengatur tentang ketimpangan relasi kuasa yang mengancam korban kekerasan seksual. Lin Shao-hua

Parapuan.co - Kawan Puan, kasus kekerasan seksual di institusi pendidikan sedang marak terjadi dalam satu tahun terakhir ini.

Hal tersebut mendorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim untuk membuat Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021.

Peraturan yang menuai pro-kontra di media sosial tersebut mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi.

Salah satu poin dalam peraturan tersebut adalah soal ketimpangan relasi kuasa penyebab kekerasan seksual di kampus.

Kawan Puan mungkin pernah mendengar atau membaca berita kekerasan seksual yang dilakukan orang-orang yang punya jabatan atau posisi lebih tinggi dibanding korban.

Misalnya, seorang mahasiswi dilecehkan secara seksual oleh dosen, dengan ancaman nilai akademik karena dosen memiliki wewenang penuh akan hal tersebut.

Baca Juga: Nadiem Makarim Turunkan Akreditasi Kampus yang Tak Patuhi Permendikbud 30/2021

Ada ketimpangan relasi kuasa yang membuat korban menjadi terpojokkan, bahkan korban juga takut untuk melapor.

Pelaku yang memiliki jabatan tinggi lebih memiliki kuasa untuk mengatur lingkungannya, hal itu yang membuat korban jarang dipercaya dan malah disalahkan.

Permendikbud Nomor 30/2021 ini memastikan bahwa ada penanganan tegas terkait kasus seperti ini.

"Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender," bunyi Pasal 1 Permendikbud Ristek 30/2021.

Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa definisi kekerasan seksual juga merupakan tindakan yang disebabkan oleh ketimpangan relasi kuasa.

Melansir dari Kompas.comhasil penelitian Pusat Pengembangan Sumberdaya untuk Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan oleh Rifka Annisa pada 2018 menjelaskan bahwa ada keterkaitan antara relasi kuasa dengan kekerasan seksual.

Ketimpangan relasi kuasa merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kasus kekerasan seksual.

Defirentia One Muharomah selaku juru bicara Rifka Annisa mengatakan bahwa perasaan berkuasa membuat pelaku merasa berhak atas korban.

Berkat posisi tersebut juga pelaku tidak bersalah ketika melakukan kekerasan seksual kepada korban.

"Banyak kasus pemerkosaan yang pelakunya ayahnya sendiri, teman, pacar, tetangga, guru, dosen, dan orang-orang dekat yang justru dikenal oleh korban," kata Defi.

Baca Juga: Banyak Pro Kontra, Nadiem Makarim Tegaskan Permendikbud 30/2021 Berperspektif pada Korban

Mengenal korban hingga titik kelemahannya membuat pelaku dengan leluasa bertindak tidak wajar dan mengancam korban.

Dengan adanya Permendikbud Nomor 30/2021, ketimpangan relasi kuasa tersebut tidak akan memiliki kekuatan untuk mengancam korban.

Korban yang melaporkan atau pun pihak yang menjadi saksi akan terlindungi secara hukum dari ancaman terkait relasi kekuasaan.

Kawan Puan, peraturan tersebut menjadi sangat penting melihat banyaknya kasus serupa terjadi di Indonesia.

Kini, banyak kelompok perempuan yang sedang berjuang menyuarakan pentingnya Permendikbud Nomor 30/2021.

Pasalnya, aturan ini ditentang oleh banyak netizen di media sosial akibat adanya tuduhan menghalalkan zina atau seks bebas di lingkungan kampus.

Baca Juga: Dukung Permendikbud PPKS, Cinta Laura Suarakan Pentingnya Consent

Menanggapi tuduhan tersebut, Nadiem Makarim angkat bicara pada konferensi pers yang digelar hari Jumat (12/11/2021).

"Kalau misalnya ada perkataan-perkataan di dalam ini yang bisa melegalkan atau mungkin menghalalkan tindakan-tindakan asusila, itu sama sekali bukan maksud dari permen ini," tegas Nadiem.

"Fokus daripada permen ini adalah korban. Mohon dimengerti bagi masyarakat, kita melihat ini semua daripada perspektif korban," tambahnya.

Banyak figur publik yang juga membantu menggaungkan pesan positif dan berpihak pada korban.

Kawan Puan dapat berkontribusi mendukung Permendikbud Nomor 30/2021 dengan menyuarakan pendapatmu di media sosial. (*)

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh