Berprestasi Tanpa Naik Jabatan, Jalur Karier yang Sering Diabaikan

Arintha Widya - Rabu, 23 Juli 2025
Tak semua orang yang terbaik di bidangnya ingin naik jabatan.
Tak semua orang yang terbaik di bidangnya ingin naik jabatan. MTStock Studio

Parapuan.co - Di banyak perusahaan, terutama yang masih memegang teguh pola pikir korporat klasik, sukses karier sering diartikan sebagai kemampuan naik tangga jabatan—dari staf ke manajer, dari manajer ke direktur, dan seterusnya. Namun, pandangan ini kian usang dan tak lagi relevan bagi banyak profesional berpengalaman, khususnya mereka yang telah menemukan posisi ideal dalam pekerjaan yang mereka kuasai dan cintai.

Sebuah studi besar baru-baru ini yang menganalisis lebih dari 50 penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang lebih tua justru lebih terlibat (engaged) dalam pekerjaan mereka dibandingkan rekan-rekan yang lebih muda.

Namun ironisnya, sistem kerja modern justru mendorong mereka untuk mengambil jalur karier yang mungkin tidak mereka inginkan —seperti menjadi pemimpin tim atau mengikuti pelatihan kepemimpinan— demi memenuhi ekspektasi yang sebenarnya tidak mereka ciptakan.

Ketika Tetap Menjadi Kontributor Individu adalah Pilihan Terbaik

Melansir Your Tango, banyak profesional senior yang telah puluhan tahun mengasah keahlian mereka, seperti penulis, insinyur, atau desainer senior, pekerjaan terbaik adalah pekerjaan yang dilakukan tanpa harus mengatur orang lain. Mereka bukan tidak punya ambisi. Justru, mereka memiliki ambisi yang berbeda, yakni menjadi ahli terbaik di bidangnya.

Namun, budaya "naik jabatan=sukses" membuat mereka dianggap stagnan. Banyak dari mereka yang merasa tertekan dalam penilaian kinerja tahunan yang kini lebih fokus pada "potensi kepemimpinan" dibanding pencapaian nyata. Dorongan untuk meraih target tambahan, pelatihan baru, dan tanggung jawab manajerial sering kali berujung pada stres, rasa tidak dihargai, bahkan keinginan untuk pensiun lebih cepat.

Ketika Penilaian Kinerja Melenceng dari Tujuan Awal

Penilaian kinerja dulu dimaksudkan untuk mengevaluasi kinerja nyata seorang karyawan, bukan memaksanya mengikuti jalur karier tunggal. Kini, penilaian kinerja sering diwarnai target “pengembangan diri” dan “jalur karier masa depan” yang tidak relevan bagi mereka yang sudah mantap dengan peran mereka saat ini.

Misalnya pada seorang teknisi berusia 55 tahun yang mahir dan dicintai rekan kerja bisa jadi merasa direndahkan saat manajernya bertanya mengapa ia belum mencoba menjadi kepala tim. Padahal, yang bersangkutan telah berkontribusi besar melalui keahlian teknisnya. Dorongan semacam itu justru bisa menggerus kepercayaan diri dan loyalitas.

Baca Juga: Kamu Tak Kunjung Mendapat Promosi Jabatan? Ini Bisa Jadi Alasannya

Penghargaan Bukan Selalu Soal Promosi

Perusahaan harus mulai mengubah cara pandangnya terhadap kontribusi. Menjadi ahli di satu bidang adalah bentuk prestasi yang layak dihargai. Bukan hanya dari sisi finansial, tapi juga melalui pengakuan di forum internal, peluang berbagi ilmu, atau akses terhadap pelatihan lanjutan yang relevan — bukan sekadar pelatihan kepemimpinan yang tak diminati.

Alih-alih memaksa semua orang menjadi pemimpin, organisasi harus membuka jalur pengembangan karier yang sejajar namun berbeda. Posisi seperti Lead Engineer, Principal Designer, atau Senior Analyst dapat menjadi penghargaan terhadap keahlian dan pengalaman, tanpa embel-embel tanggung jawab manajerial.

Mengapa Ini Penting?

1. Fokus dan Produktivitas yang Lebih Tinggi

Ketika karyawan berpengalaman dibebaskan dari tekanan untuk berubah menjadi sesuatu yang bukan diri mereka, mereka bisa fokus melakukan apa yang mereka kuasai. Hasilnya? Produktivitas dan kualitas kerja yang meningkat.

2. Kepuasan Kerja dan Moral yang Lebih Baik

Merasa dihargai atas keahlian dan kontribusi aktual menciptakan rasa bangga dan puas dalam bekerja. Ini mendorong lingkungan kerja yang positif dan suportif.

3. Mengurangi Turnover yang Tidak Perlu

Baca Juga: Batas Usia Pensiun PNS Berdasarkan Jenis Jabatannya, Ada yang Sampai 70 Tahun

Tekanan untuk “naik atau keluar” bisa menyebabkan talenta senior memilih mundur lebih awal. Menjaga mereka tetap merasa dibutuhkan dapat menurunkan angka resign dan menghemat biaya rekrutmen serta pelatihan.

4. Pemanfaatan Kekuatan Pengalaman

Mengapa memaksa seorang developer brilian menjadi manajer biasa-biasa saja? Lebih baik optimalkan kekuatan mereka untuk menyelesaikan masalah kompleks dan mendorong inovasi.

Membangun Budaya yang Menghargai Kontributor Individu

Inilah saatnya perusahaan mulai menyesuaikan sistem kerja dan budayanya dengan realitas baru. Berikut beberapa strategi nyata yang bisa dilakukan:

1. Gaji dan Benefit yang Kompetitif: Berikan kompensasi sesuai nilai keahlian mereka, bukan berdasarkan jabatan semata.

2. Pengakuan yang Konsisten dan Tulus: Sorot pencapaian mereka dalam rapat atau portal internal perusahaan.

3. Akses ke Pengembangan yang Relevan: Dukung mereka untuk terus belajar dalam bidang yang mereka pilih — bukan memaksa mereka mempelajari sesuatu yang tak mereka minati.

4. Waktu untuk Pekerjaan Mendalam (Deep Work): Luangkan waktu kerja yang bebas gangguan untuk mengeksplorasi ide dan memperdalam riset.

Baca Juga: 9 Hal yang Sebaiknya Kamu Rahasiakan Jika Ingin dapat Promosi Jabatan

5. Komunikasi yang Terbuka dan Tanpa Tekanan: Tanyakan kebutuhan dan keinginan mereka secara jujur, bukan melalui formasi formal yang kaku.

6. Jalur Karier Paralel: Ciptakan sistem pengembangan karier yang tidak selalu vertikal. Seorang IC harus punya jalur peningkatan nilai, pengaruh, dan penghargaan tanpa harus memimpin tim.

Sudah waktunya perusahaan berhenti menyamakan ambisi dengan jabatan manajerial. Ada banyak bentuk sukses, dan menjadi ahli yang berpengaruh adalah salah satunya. Jika perusahaan bisa menciptakan ruang di mana para profesional senior merasa dihargai, didengarkan, dan diberi kesempatan untuk berkembang dalam jalur yang mereka pilih, semua pihak akan mendapatkan manfaatnya.

Karier tidak selalu tentang mendaki. Terkadang, tetap di tempat yang tepat adalah bentuk tertinggi dari kesuksesan.

(*)

Sumber: Your Tango
Penulis:
Editor: Arintha Widya