Parapuan.co - Di banyak perusahaan, terutama yang masih memegang teguh pola pikir korporat klasik, sukses karier sering diartikan sebagai kemampuan naik tangga jabatan—dari staf ke manajer, dari manajer ke direktur, dan seterusnya. Namun, pandangan ini kian usang dan tak lagi relevan bagi banyak profesional berpengalaman, khususnya mereka yang telah menemukan posisi ideal dalam pekerjaan yang mereka kuasai dan cintai.
Sebuah studi besar baru-baru ini yang menganalisis lebih dari 50 penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang lebih tua justru lebih terlibat (engaged) dalam pekerjaan mereka dibandingkan rekan-rekan yang lebih muda.
Namun ironisnya, sistem kerja modern justru mendorong mereka untuk mengambil jalur karier yang mungkin tidak mereka inginkan —seperti menjadi pemimpin tim atau mengikuti pelatihan kepemimpinan— demi memenuhi ekspektasi yang sebenarnya tidak mereka ciptakan.
Ketika Tetap Menjadi Kontributor Individu adalah Pilihan Terbaik
Melansir Your Tango, banyak profesional senior yang telah puluhan tahun mengasah keahlian mereka, seperti penulis, insinyur, atau desainer senior, pekerjaan terbaik adalah pekerjaan yang dilakukan tanpa harus mengatur orang lain. Mereka bukan tidak punya ambisi. Justru, mereka memiliki ambisi yang berbeda, yakni menjadi ahli terbaik di bidangnya.
Namun, budaya "naik jabatan=sukses" membuat mereka dianggap stagnan. Banyak dari mereka yang merasa tertekan dalam penilaian kinerja tahunan yang kini lebih fokus pada "potensi kepemimpinan" dibanding pencapaian nyata. Dorongan untuk meraih target tambahan, pelatihan baru, dan tanggung jawab manajerial sering kali berujung pada stres, rasa tidak dihargai, bahkan keinginan untuk pensiun lebih cepat.
Ketika Penilaian Kinerja Melenceng dari Tujuan Awal
Penilaian kinerja dulu dimaksudkan untuk mengevaluasi kinerja nyata seorang karyawan, bukan memaksanya mengikuti jalur karier tunggal. Kini, penilaian kinerja sering diwarnai target “pengembangan diri” dan “jalur karier masa depan” yang tidak relevan bagi mereka yang sudah mantap dengan peran mereka saat ini.
Misalnya pada seorang teknisi berusia 55 tahun yang mahir dan dicintai rekan kerja bisa jadi merasa direndahkan saat manajernya bertanya mengapa ia belum mencoba menjadi kepala tim. Padahal, yang bersangkutan telah berkontribusi besar melalui keahlian teknisnya. Dorongan semacam itu justru bisa menggerus kepercayaan diri dan loyalitas.
Baca Juga: Kamu Tak Kunjung Mendapat Promosi Jabatan? Ini Bisa Jadi Alasannya