Dr.  Firman Kurniawan S.

Pemerhati budaya dan komunikasi digital, pendiri LITEROS.org, dan penulis buku Digital Dilemma

Mempertimbangkan Kembali Cancel Culture sebagai Alat Pengatur Perilaku

Dr. Firman Kurniawan S. Sabtu, 12 November 2022
Pengamat komunikasi dan budaya digital ajak masyarakat mempertimbangkan kembali cancel culture sebagai alat pengatur perilaku.
Pengamat komunikasi dan budaya digital ajak masyarakat mempertimbangkan kembali cancel culture sebagai alat pengatur perilaku. Maria Bobrova

Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.

Parapuan.co - Agak kaget pagi itu Ayu Ting Ting memulai harinya.

Pagi yang biasanya ditingkahi perbicangan hangat di sela sarapan bersama keluarga, beda dari biasanya.

Hari itu, suasana yang biasanya cair diwarnai kenyataan munculnya tanda tangan penyataan boikot khalayak. Jumlahnya cukup besar, mencapai 50 ribuan penanda tangan.

Entah para pengunjuk rasa lewat tanda tangan itu seluruhnya haters atau ada juga lovers di antaranya, yang jelas Ayu Ting Ting tak habis pikir, apa kesalahan yang telah diperbuatnya.

Pemboikotan adalah keadaan yang berat bagi profesi artis, termasuk Ayu Ting Ting yang pasang surut kariernya, ditentukan oleh rasa suka penggemar.

Adanya tindakan boikot, mengindikasikan surutnya rasa suka itu. Walaupun tak seluruhnya.

Bersumber dari Kompas.com Agustus 2021, pernyataan boikot terhadap Ayu Ting-Ting itu, dimulai oleh ajakan netizen untuk memberi hukuman pada Sang Artis. Ini lantaran, ada tindakannya yang dinilai tak sopan.

Informasi yang lebih dalam menyebutkan, Ayu Ting Ting menendang pemain lainnya saat beraksi di atas panggung. Celakanya, perbuatan itu tertangkap kamera.

Apa yang lalu dialami Ayu Ting Ting lazim disebut sebagai cancel culture.

Cancel culture merupakan anak kandung budaya digital.