Dr.  Firman Kurniawan S.

Pemerhati budaya dan komunikasi digital, pendiri LITEROS.org, dan penulis buku Digital Dilemma

Mempertimbangkan Kembali Cancel Culture sebagai Alat Pengatur Perilaku

Dr. Firman Kurniawan S. Sabtu, 12 November 2022
Pengamat komunikasi dan budaya digital ajak masyarakat mempertimbangkan kembali cancel culture sebagai alat pengatur perilaku.
Pengamat komunikasi dan budaya digital ajak masyarakat mempertimbangkan kembali cancel culture sebagai alat pengatur perilaku. Maria Bobrova

Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.

Walaupun bukan baru terjadi di zaman digital.

Baca Juga: Mengapa Public Figure Kerap Mengalami Cancel Culture? Ini Kata Pakar

Fenomenanya, marak terjadi di tengah-tengah relasi pemanfaatan perangkat digital. Karenanya kamus Merriam-Webster memasukkan kata ini pada Januari 2016, di tengah menanjaknya popularitas media digital.

Institusi ini menyebut cancel culture sebagai praktik atau kecenderungan melakukan penarikan dukungan massal.

Ini dilakukan sebagai cara untuk mengungkapkan ketaksetujuan seraya diberikannya tekanan sosial.

Yang termuat di dalam Merriam-Webster kurang lebih identik dengan yang dikemukakan Rhona Shennan, 2022.

Fenomena yang diamati itu, termuat lewat artikelnya yang berjudul “What is Cancel Culture? Meaning, Examples of Cancelled Celebrities, and How it Relates to ‘Woke’ Culture”.

Yang istimewa, Shennan memberikan pengertian dari perspektif pelaku cancel culture.

Tindakan itu, lanjut Shennan, lebih dari sekedar tindakan menghukum dengan cara menarik dukungan.

Ini merupakan aksi massal pembatalan, yang dilakukan orang maupun kelompok yang sering terpinggirkan ~masyarakat yang secara historis terbungkam~.