Dr.  Firman Kurniawan S.

Pemerhati budaya dan komunikasi digital, pendiri LITEROS.org, dan penulis buku Digital Dilemma

Mempertimbangkan Kembali Cancel Culture sebagai Alat Pengatur Perilaku

Dr. Firman Kurniawan S. Sabtu, 12 November 2022
Pengamat komunikasi dan budaya digital ajak masyarakat mempertimbangkan kembali cancel culture sebagai alat pengatur perilaku.
Pengamat komunikasi dan budaya digital ajak masyarakat mempertimbangkan kembali cancel culture sebagai alat pengatur perilaku. Maria Bobrova

Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.

Media digital yang aplikasinya berwujud media sosial, malih fungsi jadi alat pengawas.

Ini alat pengawas yang senantiasa terjaga. Tersedia dengan kehadirannya yang terang-terangan maupun tersembunyi. Senantiasa ada di mana saja, setiap saat.

Di sisi lain, realitas hadirnya budaya first mobile culture memungkinkan tiap orang memenuhi 70% hajat hidupnya secara digital.

Baca Juga: Diduga Lakukan Kekerasan pada Perempuan, Kim Seon Ho Alami Cancel Culture, Apa Itu?

Ini menyebabkan perangkat mobil digital selalu tersedia dalam genggaman.

Hajat untuk memperoleh informasi tentang pengasuhan anak, belanja keperluan rumah tangga, urusan pembayaran angsuran perbankan, konsultasi kesehatan keluarga, akses pada hiburan, hingga informasi terkini tentang fashion, maupun perawatan muka.

Semua tersedia, dengan mengakses perangkat yang ada di genggaman.

Dan ketika perangkat dalam genggaman itu dilengkapi dengan lensa kamera yang kian tinggi kemampuan dalam menghasilkan foto yang sempurna, perangkat ini berlaku bak sensor.

Sensor yang digerakkan oleh kehendak masyarakat. Setiap saat siap mengabadikan peristiwa maupun perilaku menarik.

Menarik di sini punya pengertian: jarang terjadi, bahkan yang seharusnya tak layak terjadi.