Kronologi Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di Sekolah SPI, Terdakwa Kini Masih Bebas

Saras Bening Sumunar - Senin, 11 Juli 2022
Ilustrasi kasus pelecehan seksual di Malang
Ilustrasi kasus pelecehan seksual di Malang Serghei Turcanu

Parapuan.co - Hingga kini kasus dugaan pelecehan seksual di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI), Kota Batu, Malang, Jawa Timur masih terus bergulir.

Bahkan belakangan kasus ini terus mendapatkan perhatian masyarakat.

Bagaimana tidak, JE atau selaku terdakwa kasus tersebut hingga kini masih menghirup udara bebas.

Awalnya, dugaan kasus kekerasan seksual yang dilakukan JE terhadap siswi-siswinya di SPI diketahui publik usai Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) melaporkannya ke Polda Jatim pada akhir Mei 2021.

Arist Merdeka Sirait selaku Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyebut jika laporan dilayangkan setelah para korban melaporkan tindakan keji yang mereka alami.

Tak hanya itu, Arist juga menduga jika JE sudah melakukan pelecehan pada para siswi SPI sejak 2009 silam.

Kendati demikian, para korban pelecehan seksual ini baru berani melapor pada Komnas Perlindungan Anak pada 2021.

Tak hanya kekerasan fisik dan emosional, JE juga mempekerjakan para siswi untuk keuntungan pribadinya.

"Mereka di SPI untuk sekolah, tapi ternyata mereka dipekerjakan melebihi jam kerja dan menghasilkan uang yang banyak, tetapi mereka tidak mendapatkan imbalan yang layak," kata Arist seperti dikutip dari Kompas.tv.

 Baca Juga: Terjadi Lagi Pelecehan Seksual di Angkutan Umum, Ini Kata Polisi

Karena hal itu, Arist sangat menyayangkan dugaan pelecehan yang dilakukan JE pada para siswinya.

"Peserta didik ini berasal dari berbagai daerah, dan berasal dari keluarga miskin yang seyogyanya dibantu agar dapat berprestasi, dan sebagainya. Tapi ternyata dieksploitasi secara ekonomi, seksual, dan sebagainya," ungkap Arist.

Julinto Tak Kunjung Ditahan

Meskipun telah dilaporkan sejak 29 Mei 2021 lalu, namun perjalanan kasus ini tak kunjung menemukan titik terang.

Pasalnya, polisi baru menetapkan JE sebagai tersangka kasus kekerasan seksual pada siswi SPI pada 5 Agustus 2021.

Sedangkan berkas perkara JE baru mulai disidangkan pada Rabu (16/2/2022), tujuh bulan setelah penetapannya sebagai tersangka.

Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, hingga kini polisi belum juga menahan JE.

Bahkan setelah ditetapkan sebagai terdakwa, pendiri SPI ini juga masih berkeliaran bebas.

Baca Juga: Kemenag Bekukan Ponpes di Jombang Buntut Kasus Dugaan Pelecehan Santri oleh MSA


Dalam sidang pada Februari lalu yang berlangsung di Pengadilan Negri Malang, baru ada satu saksi berinisial DSD yang diajukan terkait kasus ini.

Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Malang Kelas I A Mohammad Indarto menyebut keputusan tidak menahan JE merupakan kewenangan Majelis Hakim.

"Kewenangan itu dari majelis hakim dan tidak bisa diintervensi oleh siapapun karena majelis hakim yang tahu berkaitan dengan kepentingan persidangan ke depan," ujarnya.

Tak hanya itu, sidang kedua yang dilakukan pada Rabu (9/3/2022) juga digelar secara tertutup di Ruang Cakra PN Kota Malang. Dalam sidang lanjutan ini, satu saksi korban dan saksi dihadirkan.

Philipus Sitepu, selaku perwakilan tim kuasa hukum JE menyebut di sidang kedua ini pihaknya menemukan ketidakcocokan antara BAP dan dakwaan dalam persidangan.

"Persidangan hari ini sesuai dengan harapan kami, kami bisa membuktikan ketidakkonsitenan antara BAP dan keterangan," kata Philipus, Rabu (9/3/2022).

Saat sidang akan dimulai, Arist Merdeka Sirait yang turut menyaksikan persidangan tersebut terlihat cukup geram.

Di kesempatan itu dia masih mempertanyakan JE yang tak kunjung ditahan.

Seperti yang terjadi saat sidang lanjutan yang digelar 13 April 2022, JE masih tak kunjung ditahan atas kasus kekerasan seksual tersebut, meskipun Jaksa Penuntut Umum terlah berulang kali mengajukan penahanan tersebut.

Baca Juga: Idap Gangguan Mental, Pelaku Pelecehan Seksual Anak di Bintaro XChange Dibawa ke RSJ


Sebelum sidang berlangsung di Pengadilan Negri Malang, Arist sempat terlibat adu mulut dengan pengacara JE.

Arist menuturkan dirinya menyoroti sudah lima bulan sidang berjalan, namun terdakwa tak kunjung ditahan.

"Terdakwa seharusnya bisa dipenjara 15 tahun penjara hingga hukuman mati, seharusnya itu ketika menjadi terdakwa dan masuk persidangan harusnya diikuti dengan penahanan," ujar Arist saat itu.

Arist kemudian menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal proses persidangan terdakwa JE.

"Kita harus kawal kasus ini, jangan sampai dibiarkan karena anak-anak bisa menjadi korban dari predator seperti yang dilakukan oleh terdakwa JE," tegasnya.

Sebagai informasi, sidang lanjutan terdakwa JE ini akan kembali digelar pada 20 Juli 2022 dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap terdakwa.

Dalam kasus ini, JE dijerat dengan pasal alternatif atau beberapa pilihan dakwaan yakni Pasal 81 Ayat 1 Juncto Pasal 76 d Undang-Undang Perlindungan Anak dan Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Kemudian Pasal 81 Ayat 2 UU tentang Perlindungan Anak, Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP, Pasal 82 Ayat 1 Juncto Pasal 76 e UU Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP, dan Pasal 294 Ayat 2 ke-2 KUHP, Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Atas dakwaan tersebut JE terancam hukuman minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.

Baca Juga: Viral Video Anak Perempuan di Gresik Diciumi Pria Asing, Kapolsek Sebut Bukan Pelecehan Seksual

(*)

Sumber: Kompas.tv
Penulis:
Editor: Linda Fitria