Parapuan.co - Kawan Puan, demo di depan gedung DPR pada Kamis (28/8/2025) menjadi trending di berbagai media, baik media massa maupun media sosial. Terlebih setelah barikade aparat menelan korban, salah satunuya adalah Affan Kurniawan, seorang driver ojek online, yang meninggal dunia setelah terlindas rantis Barracuda milik Brimob saat demo di daerah Senayan, Jakarta Pusat.
Kejadian ini menuai banyak protes dari masyarakat hampir seantero negeri. Publik menuntut pihak aparat yang terlibat atas tewasnya Affan bertanggung jawab. Publik ingin ada sepatah dua patah kata dari pemegang wewenang, siapapun itu. Aparat, wakil rakyat, presiden.
Sejak dulu, jurnalis dan media massa memegang peran penting sebagai penyambung lidah rakyat. Di tengah derasnya arus informasi, publik mengandalkan media untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, terutama terkait isu-isu yang berdampak langsung pada kepentingan masyarakat. Namun, yang masih sering dipertanyakan adalah, apakah media harus netral atau boleh menunjukkan keberpihakan?
Netralitas: Ideal yang Sulit Dijaga
Secara ideal, jurnalis dituntut untuk netral, menjaga jarak dari kepentingan politik, ekonomi, maupun kelompok tertentu. Netralitas ini penting agar informasi tetap dipercaya. Akan tetapi, ketika berbicara tentang isu publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak, keberpihakan justru tidak bisa dihindari—dan dalam banyak kasus, memang seharusnya ada.
Dikutip dari The Guardian, media mestinya berani menyiarkan fakta publik secara gamblang, meski membuat pihak tertentu tersudut. Menutupi kebenaran demi melindungi kepentingan penguasa atau korporasi besar justru bertentangan dengan misi jurnalisme itu sendiri.
Jurnalisme sebagai Watchdog Demokrasi
Berbagai studi menegaskan fungsi jurnalisme sebagai watchdog, pengawas kekuasaan sekaligus kontrol sosial. Jurnalis bertindak sebagai representasi publik yang memperkuat demokrasi melalui transparansi dan akuntabilitas. Korupsi, pelanggaran hak asasi, atau penyalahgunaan kekuasaan kerap hanya terungkap lewat laporan jurnalistik independen.
Kasus Noel Clarke di Inggris, misalnya, menunjukkan bagaimana investigasi The Guardian yang teliti, berimbang, namun berani, menjadi kunci menjaga akuntabilitas. Penulis yakin Indonesia masih punya media massa yang berani dan berpihak pada rakyat.
Baca Juga: Apa Itu Hak Angket yang Disepakati DPRD Pati Usai Demo Tuntut Bupati Sudewo Mundur?
Objektivitas vs. Keberpihakan Moral
Konsep objektivitas dalam jurnalisme kini banyak dipertanyakan. Sebagian akademisi menyebut objektivitas murni hanyalah mitos. Akan tetapi banyak jurnalis muda dalam pengakuannya yang dirangkum dari Teen Vogue, melihat netralitas sering kali justru menutupi bias struktural dan mengabaikan kelompok marjinal.
Sebaliknya, mereka mendorong jurnalisme yang lebih transparan, mengakui keberpihakan, dan menyadari posisi sosialnya. Dalam kerangka ini, keberpihakan berarti membela kepentingan publik, korban, dan mereka yang suaranya jarang terdengar.
Ketika media memilih untuk menyoroti tragedi Affan Kurniawan—pengemudi ojol yang tewas dilindas rantis Brimob, misalnya, mereka tidak sekadar memberitakan fakta. Dalam posisi ini, media sedang menyalurkan suara rakyat, menuntut akuntabilitas, dan menunjukan keberpihakan pada korban dan publik. Inilah saat media ditantang untuk berpihak bukan demi agenda tertentu, tetapi demi keadilan dan kepentingan publik.
Garis Tipis antara Fakta dan Bias
Keberpihakan tidak boleh berarti mengorbankan akurasi atau memelintir fakta demi membela pihak tertentu. Media tetap harus berpegang pada data dan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, keberpihakan dalam jurnalisme seharusnya dimaknai sebagai berpihak pada kebenaran, keadilan, dan kepentingan publik, bukan pada kekuatan politik atau ekonomi tertentu.
Dengan begitu, jurnalis yang benar-benar menjadi penyambung lidah rakyat bukan hanya menyalurkan suara, tetapi memastikan suara itu lantang, jernih, dan sampai kepada mereka yang berkuasa.
Netralitas absolut mungkin ideal di atas kertas, tetapi ketika kebenaran dan keadilan dipertaruhkan—misalnya seperti rangkaian demonstrasi yang terjadi di bulan Kemerdekaan Indonesia belakangan ini—sikap berani berpihak pada rakyat adalah bagian dari tanggung jawab moral jurnalisme.
Baca Juga: Demo Pati 13 Agustus 'Seharusnya' Jadi Rambu Kuning Pejabat Negara
(*)