Media Sosial Punya Dampak Negatif Lebih Besar ke Perempuan Dibandingkan Laki-Laki

Arintha Widya - Selasa, 10 Juni 2025
Dampak negatif media sosial terhadap perempuan.
Dampak negatif media sosial terhadap perempuan. chingyunsong

Parapuan.co - Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari bagi siapa saja, laki-laki maupun perempuan. Namun, menurut survei terbaru dari Boston University’s College of Communication, platform ini ternyata membawa dampak negatif yang lebih besar bagi perempuan dibandingkan laki-laki—khususnya dalam hal persepsi tubuh, gaya hidup, dan harga diri.

Mengapa ini terjadi dan seberapa besar dampak negatif tersebut berpengaruh terhadap kehidupan dan keseharian perempuan, terutama dalam berinteraksi di media sosial? Simak uraiannya dikutip dari laman Boston University’s College of Communication!

Ketimpangan Dampak di Media Sosial

Survei Media & Teknologi dari Boston University ini menunjukkan bahwa 52% responden percaya konten di media sosial memberikan dampak negatif lebih besar kepada perempuan dibanding laki-laki, sementara hanya 17% yang tidak setuju.

Perempuan cenderung lebih terdampak oleh standar kecantikan tidak realistis, gaya hidup mewah, serta tekanan untuk tampil sempurna yang kerap dibangun melalui visualisasi media sosial.

Hal ini menjadi cermin bahwa media sosial tak hanya menjadi tempat berbagi, tapi juga arena pembentukan citra yang dapat merusak kepercayaan diri, khususnya bagi perempuan.

Meskipun begitu, laki-laki pun mulai menyadari ketimpangan ini. Sebanyak 45% pria dalam survei mengakui bahwa liputan media sering kali memperkuat stereotip gender terkait peran sosial laki-laki dan perempuan.

Media Tradisional dan Representasi Gender

Ketika ditanya apakah media tradisional seperti televisi, majalah, radio, dan koran memberikan perhatian yang seimbang terhadap isu-isu yang memengaruhi laki-laki dan perempuan, pendapat masyarakat terbelah. Hanya 32% yang setuju media tradisional sudah adil dalam hal ini, sementara 35% tidak setuju, dan sisanya, yakni 33%, tidak memiliki pendapat yang jelas.

Baca Juga: Dampak Buruk Terlalu Banyak Terpapar Media Sosial dan Dunia Digital

Ketidakpastian ini mengindikasikan rendahnya literasi media di kalangan masyarakat. Seperti disampaikan oleh Nivea Canalli Bona, dosen dari Boston University, hal ini bisa menunjukkan kurangnya kemampuan kritis masyarakat terhadap peran media dalam memperkuat stereotip. Bona menekankan pentingnya program literasi media untuk mengurangi disinformasi dan ketimpangan gender dalam pemberitaan.

Disinformasi dan Gender

Selain itu, survei juga menyoroti bagaimana hoaks atau informasi palsu bisa menimbulkan dampak berbeda berdasarkan gender. Sebanyak 33% responden percaya bahwa disinformasi lebih membahayakan perempuan, dibandingkan 20% yang tidak setuju. Bahkan, perempuan juga dinilai lebih sering mengalami salah representasi di media (42% setuju vs 21% tidak setuju).

Persepsi ini didukung lebih banyak oleh perempuan, namun tetap diakui oleh sebagian laki-laki. Ketika ditanya apakah media sering memperkuat stereotip gender, 50% responden setuju—dengan perempuan menunjukkan persetujuan lebih tinggi dibanding laki-laki.

Menariknya, perbedaan pandangan ini juga terlihat secara politik. Sebanyak 51% pendukung Partai Demokrat (di Amerika Serikat) percaya bahwa hoaks lebih membahayakan perempuan, dibandingkan hanya 25% dari kalangan Republik.

Pandangan Berdasarkan Usia

Kelompok usia juga menunjukkan perbedaan sikap. Kelompok usia 35–54 tahun paling kritis terhadap ketimpangan representasi gender dalam media tradisional (41%), dibandingkan dengan kelompok usia 18–34 tahun (31%) dan 55 tahun ke atas (33%).

Nivea Canalli Bona menjelaskan bahwa generasi muda kini cenderung tidak mengonsumsi media tradisional, sedangkan kelompok paruh baya mulai menyadari adanya ketimpangan tersebut.

Di sisi lain, generasi yang lebih tua cenderung tidak melihat isu ini sebagai masalah yang mendesak, mungkin karena belum terbiasa dengan perspektif kesetaraan gender dalam media.

Baca Juga: 7 Tipe Netizen dan Etika yang Perlu Diperhatikan dalam Menggunakan Media Sosial

Pentingnya Literasi Media Berbasis Gender

Hasil survei ini menjadi alarm bagi berbagai pihak, terutama lembaga pendidikan dan pembuat kebijakan media. Kurangnya pemahaman publik tentang bias gender di media menunjukkan perlunya pendidikan literasi media yang lebih inklusif dan berbasis gender.

Kesadaran bahwa media (baik tradisional maupun digital) berperan besar dalam membentuk cara pandang masyarakat terhadap peran perempuan dan laki-laki, menjadi langkah awal menuju representasi yang lebih adil.

Jika media sosial kini telah membentuk citra yang lebih berbahaya bagi perempuan, maka tugas kolektif kita adalah membangun ruang digital yang lebih aman dan sehat bagi semua gender.

Media sosial dan media tradisional sama-sama memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk persepsi publik. Namun, kenyataannya, perempuan masih lebih sering menjadi korban representasi yang tidak adil, stereotip, hingga disinformasi.

Maka dari itu, membangun kesadaran akan pentingnya keadilan gender dalam pemberitaan dan konten digital bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan.

(*)

Sumber: Bu.edu
Penulis:
Editor: Arintha Widya