Kalis Mardiasih, seorang aktivis perempuan juga turut mengkritik aksi bobrok brimob yang melindas driver ojek online. "Pak Polisi, ingatlah bahwa mereka para tukang ojek dan tukang becak itu mungkin juga gambaran Bapak kalian," tulis Kalis Mardiasih.
"Mereka yang dulu menabung banting tulang dan jual tanah untuk menjadikan kalian seorang polisi," imbuhnya.
View this post on Instagram
Anggota DPR yang Sengaja Membuta dan Membisu
Di sisi lain, penulis justru melihat bahwa dari 580 anggota DPR, tidak ada satu pun yang bersuara apalagi membela rakyatnya. Tak ada dialog terbuka, seolah tak mendengar jeritan rakyat yang tengah menuntut keadilan, reformasi, dan transparansi.
Bagi penulis, sikap membisu ini semakin memperjelas jarak antara rakyat dan wakil mereka, sekaligus mengundang kritik bahwa DPR lebih sibuk menjaga citra daripada menjalankan fungsi representatifnya.
Ketiadaan respons institusional DPR bukan sekadar kegagalan prosedural, melainkan sinyal bahwa ruang demokrasi sedang dipersempit oleh kebisuan yang disengaja.
Suara kritis rakyat tak cukup diterima sebagai amanat konstitusional, tetapi dianggap gangguan yang harus ditertibkan secara represif, alih-alih diakomodasi secara kolegial dan dialogis.
Bagi penulis, situasi ini akhirnya menimbulkan pertanyaan besar, bagaimana DPR bisa menjalankan fungsi legeslatif dan pengawasan ketika enggan merespons langsung tuntutan publik, terutama dalam momentum krusial seperti saat ini.
Apakah DPR lupa bahwa legitimasi mereka bersumber dari rakyat? Lebih lanjut lagi, tindakan DPR yang seakan membuta dan membisu ini menjadi wujud nyata di mana wakil rakyat lebih banyak berbicara di meja tertutup daripada berada di tengah publik untuk mendengar, menjelaskan, dan mengakomodasi aspirasi yang muncul dari lahan perjuangan penuh luka.
Baca Juga: Apa Itu Hak Angket yang Disepakati DPRD Pati Usai Demo Tuntut Bupati Sudewo Mundur?
(*)