Demo 28 Agustus 2025, Bobroknya Aparat Negara dan Bungkamnya DPR

Saras Bening Sumunar - Jumat, 29 Agustus 2025
Demo bubarkan DPR 28 Agustus 2025.
Demo bubarkan DPR 28 Agustus 2025. Gambar tangkap layar PARAPUAN

Parapuan.co - Pada Kamis, 28 Agustus 2025, ribuan buruh dan mahasiswa turun ke jalan, tepatnya di depan Gedung DPR/MPR RI. Aksi masyarakat ini menuntut penghapusan sistem outsourcing dan upaya meredefinisi sistem politik di tengah sorotan tajam terhadap tunjangan perumahan Rp50 juta per bulan yang diberikan kepada anggota DPR.

Aksi ini seharusnya menjadi panggilan para anggota DPR bahwa rakyat sudah muak terhadap ketidakadilan. Di tengah aspirasi yang disuarakan secara damai, situasi memanas ketika aparat negara menerapkan kekerasan represif yang sarat kontradiksi.

Gas air mata ditembakkan tanpa pandang bulu untuk membubarkan massa, sementara water cannon disemprotkan ketika kericuhan mulai terjadi. Lebih tragis lagi, sebuah kendaraan taktis Brimob rantis Barracuda, menabrak seorang pengemudi ojol yang sedang menyampaikan aspirasi, hingga pengemudi tersebut meninggal dunia.

Kejadian ini bahkan terekam jelas hingga viral di media sosial, termasuk TikTok. Insiden ini tak hanya mencoreng reputasi penegak hukum, tetapi juga menambah luka bangsa.

Kontradiksi antara Tugas Negara dan Perilaku Aparat

Aparat semestinya menjadi penjaga kebebasan berdemokrasi, bukan menciderainya. Sayangnya, pada realitanya mereka menjungkirbalikkan kewenangan itu menjadi alat represi fisik terhadap warga yang menyampaikan pendapat mereka secara sah.

Setiap aksi unjuk rasa, selalu saja kekerasan yang dilakukan oknum polisi dengan dalih 'mengamankan situasi'. Sayangnya, yang terekam justru kesombongan profesi mereka, seolah menganggap nyawa masyarakat biasa itu tidak ada harganya.

Pendemo bukanlah musuh, tetapi rakyat yang ingin didengar. Saat suara mereka dibungkam dengan gas air mata, water cannon, dan pelumpuhan kekuatan fisik, berarti negara telah mengkhianati janji demokrasi.

Bagi penulis, hilangnya nyawa seorang ojol akibat dilindas kendaraan aparat adalah wujud betapa rapuhnya batas antara negara sebagai pelindung dan negara yang menganiaya. Permintaan maaf, sekalipun penting, tidak menggantikan kehilangan.

Baca Juga: Demo Pati 13 Agustus 'Seharusnya' Jadi Rambu Kuning Pejabat Negara

Kalis Mardiasih, seorang aktivis perempuan juga turut mengkritik aksi bobrok brimob yang melindas driver ojek online. "Pak Polisi, ingatlah bahwa mereka para tukang ojek dan tukang becak itu mungkin juga gambaran Bapak kalian," tulis Kalis Mardiasih.

"Mereka yang dulu menabung banting tulang dan jual tanah untuk menjadikan kalian seorang polisi," imbuhnya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Kalis Mardiasih (@kalis.mardiasih)

Anggota DPR yang Sengaja Membuta dan Membisu

Di sisi lain, penulis justru melihat bahwa dari 580 anggota DPR, tidak ada satu pun yang bersuara apalagi membela rakyatnya. Tak ada dialog terbuka, seolah tak mendengar jeritan rakyat yang tengah menuntut keadilan, reformasi, dan transparansi.

Bagi penulis, sikap membisu ini semakin memperjelas jarak antara rakyat dan wakil mereka, sekaligus mengundang kritik bahwa DPR lebih sibuk menjaga citra daripada menjalankan fungsi representatifnya.

Ketiadaan respons institusional DPR bukan sekadar kegagalan prosedural, melainkan sinyal bahwa ruang demokrasi sedang dipersempit oleh kebisuan yang disengaja.

Suara kritis rakyat tak cukup diterima sebagai amanat konstitusional, tetapi dianggap gangguan yang harus ditertibkan secara represif, alih-alih diakomodasi secara kolegial dan dialogis.

Bagi penulis, situasi ini akhirnya menimbulkan pertanyaan besar, bagaimana DPR bisa menjalankan fungsi legeslatif dan pengawasan ketika enggan merespons langsung tuntutan publik, terutama dalam momentum krusial seperti saat ini.

Apakah DPR lupa bahwa legitimasi mereka bersumber dari rakyat? Lebih lanjut lagi, tindakan DPR yang seakan membuta dan membisu ini menjadi wujud nyata di mana wakil rakyat lebih banyak berbicara di meja tertutup daripada berada di tengah publik untuk mendengar, menjelaskan, dan mengakomodasi aspirasi yang muncul dari lahan perjuangan penuh luka.

Baca Juga: Apa Itu Hak Angket yang Disepakati DPRD Pati Usai Demo Tuntut Bupati Sudewo Mundur?

(*)