Tujuan Terkait

Sophie Turner Bahas Keadilan untuk Perempuan dari Adegan Sansa Stark di Game of Thrones

Arintha Widya - Selasa, 26 Agustus 2025
Kata Sophie Turner soal adegan kontroversial Sansa Stark di Game of Thrones.
Kata Sophie Turner soal adegan kontroversial Sansa Stark di Game of Thrones. HBO

Parapuan.co - Aktris Sophie Turner baru-baru ini kembali menyinggung salah satu adegan paling kontroversial dalam serial Game of Thrones, yakni ketika karakter yang ia perankan, Sansa Stark, diperkosa pada malam pernikahannya dengan Ramsay Bolton di musim kelima. Adegan yang ditayangkan dalam episode “Unbowed, Unbent, Unbroken” itu sempat menimbulkan kemarahan besar dari penonton karena dianggap terlalu brutal dan tidak sesuai dengan alur di buku.

Namun, dalam wawancara terbaru dengan majalah Flaunt, Sophie Turner menyatakan bahwa meski adegan itu sulit ditonton, ia melihatnya sebagai bagian penting dari cerita.

"Aku merasa — dan masih merasakannya — bahwa Game of Thrones menyoroti hal-hal yang banyak orang anggap, ‘Astaga, hal seperti itu tak boleh diperlihatkan.’ Aku paham bahwa itu bisa sangat memicu trauma, aku sepenuhnya mengerti sudut pandang itu," kata Turner dikutip dari Variety.

"Tapi aku juga merasa kami sebenarnya sedang melakukan banyak keadilan untuk perempuan dan perjuangan yang telah mereka hadapi selama ratusan ribu tahun — patriarki, diperlakukan sebagai objek, dan terus-menerus dilecehkan secara seksual. Aku tak berpikir ada satu pun perempuan yang kukenal yang tidak pernah mengalaminya dalam bentuk apapun," imbuhnya.

Kontroversi Kekerasan Perempuan dalam Serial

Sejak awal penayangannya, Game of Thrones kerap dikritik karena menampilkan adegan kekerasan terhadap perempuan yang dinilai terlalu eksplisit. Adegan Sansa dengan Ramsay Bolton menjadi puncak perdebatan tersebut.

Banyak penggemar menganggap serial ini sudah terlalu jauh dalam memperlihatkan kekerasan seksual, terutama karena cerita itu tidak ada dalam versi novel George R.R. Martin.

Meski begitu, Turner membela narasi tersebut dengan menekankan pentingnya membuka percakapan soal pelecehan yang dialami perempuan. "Laki-laki masih sering tidak percaya ketika aku mengatakan hampir semua perempuan yang kutemui pernah mengalami bentuk pelecehan. Itu karena kita tidak cukup sering membicarakannya — kita cenderung menghindar dari isu itu," ujarnya.

Sophie Turner menambahkan, bila Game of Thrones dirilis di masa sekarang, pendekatannya mungkin akan berbeda.

Baca Juga: IWD 2025, Komnas Perempuan Soroti Budaya Patriarki dan Diskriminasi Gender dalam Politik

"Aku pikir kalau Game of Thrones keluar hari ini, pasti akan ada peringatan pemicu (trigger warning). Tapi aku benar-benar bangga pernah menjadi bagian dari Game of Thrones di mana mereka tidak menutup-nutupi kekejaman yang dialami perempuan di masa itu. Aku merasa bangga bisa menjadi bagian dari percakapan tersebut," ungkapnya.

Sebelumnya, saat menghadiri Comic-Con pada 2015, Sophie Turner juga pernah menegaskan bahwa meski Sansa menjadi korban, ia tetap sosok yang kuat. "Satu hal yang masih dimiliki Sansa, meskipun sudah melalui banyak hal, adalah kekuatan. Dia tidak bisa disalahkan atas apa yang terjadi… dia masih kuat, hanya saja kekuatannya sering ia tunjukkan lewat strategi dan pikiran, bukan perlawanan fisik," ujarnya kala itu.

Pandangan Turner turut diperkuat oleh produser Game of Thrones, Bryan Cogman. Dalam wawancara dengan Entertainment Weekly, ia menjelaskan: "Ini adalah Game of Thrones. Kami membuat keputusan untuk tidak menutup-nutupi apa yang secara realistis akan terjadi di malam pernikahan dengan dua karakter ini, dan itulah kenyataan dunia dalam cerita ini."

Relevansi dengan Diskusi Kekerasan Seksual Saat Ini

Pernyataan Sophie Turner kini menjadi relevan di tengah meningkatnya kesadaran publik mengenai pentingnya representasi yang sensitif terhadap korban kekerasan seksual. Platform streaming maupun film modern banyak yang mulai menyertakan peringatan konten sensitif atau trigger warning sebelum adegan berpotensi memicu trauma. Hal ini dilakukan agar penonton dapat lebih siap secara emosional.

Dengan menegaskan bahwa dirinya bangga menjadi bagian dari percakapan tersebut, Turner seolah ingin menekankan bahwa karya fiksi seperti Game of Thrones bisa berperan membuka diskusi sosial yang lebih luas.

Bagi sebagian orang, adegan seperti yang dialami Sansa mungkin terlalu berat untuk ditonton, namun bagi Sophie Turner, itu adalah gambaran nyata bagaimana perempuan kerap menghadapi kekerasan yang dibungkam dalam kehidupan nyata.

Kontroversi itu pada akhirnya memperkuat karakter Sansa Stark sebagai salah satu tokoh paling berkembang di serial tersebut. Dari seorang gadis muda yang naif, Sansa tumbuh menjadi pemimpin yang cerdas dan tangguh. Dalam konteks ini, penderitaan yang dialaminya bukan semata bentuk eksploitasi, melainkan bagian dari perjalanan menuju kekuatan dan ketahanan.

Baca Juga: Film Pinch, Potret Kelam dan Satir Patriarki di India dalam Balutan Humor Gelap

(*)

Sumber: Variety
Penulis:
Editor: Arintha Widya

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.