Masalah sebenarnya bukan hanya soal screen time. Penelitian yang diterbitkan di JAMA tahun 2025 menyebutkan bahwa penggunaan media sosial pada masa remaja awal berkaitan dengan gejala depresi satu tahun kemudian. Ini bisa terjadi akibat perbandingan sosial, perundungan daring, gangguan tidur, hingga paparan konten negatif.
Masalah serius lain adalah risiko kejahatan seksual daring. Studi dari Crimes Against Children Research Center menyebut hampir 16% remaja dewasa muda mengaku pernah menjadi korban pelecehan seksual secara daring sebelum berusia 18 tahun.
Tak kalah penting, risiko kecanduan terhadap perangkat digital juga terus meningkat. Psikolog Dr. Jonathan Haidt menjelaskan bahwa dopamin tak hanya memunculkan rasa senang, tapi juga memicu keinginan berulang.
"Perangkat layar sentuh ini adalah alat penghantar dopamin tercepat yang pernah diciptakan untuk anak-anak," ujar Dr. Jonathan Haidt, psikolog sosial dan penulis The Anxious Generation.
Saat Terlanjur Diberikan, Mundur Jadi Lebih Sulit
"Begitu Anda menyerah dan memberikan iPhone atau iPad, waktu tanpa perangkat akan terasa sangat membosankan bagi anak. Mereka akan makin keras menuntut,” tambah Dr. Haidt.
Meskipun ada sisi positif dari teknologi, sangat penting bagi orang tua untuk memutuskan kapan anak betul-betul siap secara mental dan emosional untuk memilikinya.
Itu sebabnya Dr. Haidt menyarankan agar anak tidak memiliki smartphone sebelum masuk SMA dan tidak menggunakan media sosial sebelum usia 16 tahun.
Cara Menghindari Tekanan dan Menunda dengan Bijak