"Begitu kepercayaan itu hilang, sulit membangun semangat kerja yang tulus. Orang jadi datang kerja hanya untuk menggugurkan kewajiban," kata Isdar Marwan.
3. Kesejahteraan dan Risiko Burnout
Kesehatan fisik dan mental karyawan menjadi tantangan baru. Delapan dari sepuluh pekerja global mengaku berisiko mengalami burnout. Tekanan pekerjaan, kompleksitas sistem kerja, dan beban hidup semakin berat. Karena itu, perusahaan didorong untuk meninjau ulang sistem kerja demi mendukung keberlangsungan tenaga kerja—mulai dari pengaturan waktu kerja yang lebih manusiawi hingga menyediakan ruang untuk istirahat dan pembelajaran.
"Bicara well-being bukan berarti fasilitas mewah. Kadang, cuma soal bagaimana kita menghargai waktu dan ruang pribadi karyawan," jelas Isdar Marwan.
4. Pengembangan SDM Lebih Efektif daripada Rekrutmen
Daripada terus-menerus mencari talenta baru yang semakin mahal dan sulit dijangkau, pendekatan yang lebih berkelanjutan adalah dengan mengembangkan talenta yang sudah ada di dalam organisasi. Laporan Mercer menunjukkan bahwa perusahaan yang konsisten dalam peningkatan keterampilan karyawan akan lebih siap menghadapi tantangan jangka panjang.
"Kalau kita ingin orang bertumbuh, kita harus bantu mereka merasa pertumbuhan itu dihargai," lanjut Isdar Marwan.
5. Peran Teknologi Harus Memanusiakan
Kemajuan teknologi tentu penting, terutama dalam mendukung efisiensi kerja. Namun, elemen-elemen manusiawi seperti empati, pengambilan keputusan bijak, dan relasi antarmanusia tetap tak tergantikan. Justru, teknologi seharusnya berfungsi sebagai jembatan—bukan menciptakan jurang baru dalam interaksi kerja.
Baca Juga: Mendorong Budaya Kerja Inklusif Lewat Ketentuan Paternity dan Maternity Leave
6. Budaya Kerja yang Konsisten
Budaya kerja yang kuat tidak bisa hanya menjadi jargon atau kutipan manis di dinding kantor. Ia harus terlihat dalam sikap pemimpin, proses promosi, hingga sistem evaluasi kerja. Sayangnya, banyak perusahaan masih belum menanamkan nilai-nilai budaya ini secara nyata dan menyeluruh.
"Kalau kita mau bicara budaya, ukurannya bukan seberapa bagus kalimatnya, tapi seberapa nyata dijalankan," ungkap Isdar Marwan lagi.
Laporan ini menyiratkan bahwa membangun masa depan kerja tidak cukup hanya dengan mengandalkan teknologi atau target pertumbuhan. Dibutuhkan pendekatan yang lebih menyeluruh—memadukan kejelasan visi, kepercayaan antara karyawan dan perusahaan, serta komitmen untuk memanusiakan tempat kerja.
Perusahaan yang berani berinvestasi pada manusianya dan menjalankan prinsip keadilan serta empati akan lebih siap menghadapi tantangan masa depan, seberat apa pun itu.
(*)