Khawatir Pencemaran Lingkungan, Dua Mahasiswi Prasmul Inisiatif Manajemen Sampah Makanan

Firdhayanti - Minggu, 18 September 2022
Ethelind B. Santoso (paling tengah) dan pembicara lain tampil dalam FWTF mempresentasikan inovasi tentang solusi problem food waste.
Ethelind B. Santoso (paling tengah) dan pembicara lain tampil dalam FWTF mempresentasikan inovasi tentang solusi problem food waste. Dok. Prasmul

Baca Juga: Agar Hasilnya Baik, Ini 3 Tips Jitu Menghadapi Penilaian Tengah Semester

“Kami spesifik memilih segmen ibu-ibu karena kami menganggap mereka punya kekuatan untuk jadi agen perubahan khususnya jika menyasar food waste dalam skala rumah tangga,” ujar Swandewi. 

Ia juga menggandeng Komunitas Ibu Pembelajar Indonesia untuk melakukan program edukasi. 

Ni Putu Mas Swandewi (paling kiri) bersama tim dari berbagai negara, meraih Best Food Waste Solution dalam FWTF di Bali melalui aplikasi Ibu Foodies.
Ni Putu Mas Swandewi (paling kiri) bersama tim dari berbagai negara, meraih Best Food Waste Solution dalam FWTF di Bali melalui aplikasi Ibu Foodies. Dok. Prasmul

Sementara itu, mahasiswa dari Program Studi Ekonomi Bisnis Ethelind B. Santoso bersama tim menghadirkan konsep No Action Too Small.

Mirip dengan konsep pengelolaan sampah makanan Swandewi, kali ini Ethelind menyasar para pelaku usaha kecil dan pedagang kaki lima.

Kepada para pelaku usaha, Ethelind menyampaikan informasi pentingnya pengelolaan sampah makanan serta menumbuhkan tanaman dari sampah tersebut. 

 “Selain rumah tangga, penjual makanan juga menjadi kontributor sampah sisa makanan terbesar di Indonesia. Melalui program ini kami berharap dapat memberikan informasi dan mengajak mereka untuk mengubah perilaku dalam menangani sampah makanan," kata Ethelind.

Dalam praktiknya,Ethelind kerap menemui hambatan saat disampaikan kepada target mereka.

“Karena isu sampah makanan masih dianggap asing terutama di kalangan para penjual makanan," katanya. 

Baca Juga: Perkuat Ekosistem Startup, Google dan Impactto Beri Pelatihan Startup

Namun Ethelind cukup optimistis, konsep ini ke depannya dapat dikembangkan menjadi platform edukasi yang bisa menjangkau masyarakat lebih luas.

Di sisi lain, Ethelind juga mengembangkan konsep baru untuk mengurangi potensi sampah makanan, yakni Bazar Holtikultura.

Bazar tersebut dilakukan untuk menjual sayur-mayur atau buah-buahan, yang biasanya dibuang oleh toko dan pedagang di pasar karena dianggap sudah terlalu matang dan penampilannya tidak menarik dengan harga murah meriah.

Konsep ini rencananya akan ia kembangkan berkolaborasi dengan jaringan retail atau toko-toko yang menjajakan sayur dan buah segar dan rutin diadakan di toko-toko.

Kendati tak murni berupa ide bisnis,Wisnu Wijaya mengatakan hal ini tetap potensial untuk dikembangkan dan direalisasikan di kemudian hari.

“Bagi para mahasiswa, ide-ide ini pun selalu diselaraskan dengan kurikulum yang diajarkan dan mereka dapat mengembangkan idenya menjadi tugas akhir," ujar dia. 

Setelah sukses menggelar rangkaian acara tingkat internasional bagi para mahasiswa kampus anggota konsorsium In2Food,  konsorsium juga akan mengadakan kegiatan serupa dengan sasaran peserta lebih luas pada Februari 2023. 

Penulis:
Editor: Dinia Adrianjara