Tujuan Terkait

Kenapa Sulit Menciptakan Ruang Publik yang Aman untuk Perempuan?

Saras Bening Sumunar - Jumat, 11 Juli 2025
Pelecehan di ruang publik masih meresahkan perempuan.
Pelecehan di ruang publik masih meresahkan perempuan. IstockPhoto

Parapuan.co - Ketika Kawan Puan melangkah keluar dari rumah dan memasuki ruang publik seperti jalan raya, transportasi umum, taman kota, pusat perbelanjaan, hingga fasilitas olahraga, banyak dari kita berharap bisa merasakan rasa aman, bebas, dan dihargai tanpa perlu khawatir akan mengalami pelecehan, diskriminasi, atau bentuk kekerasan lainnya.

Namun, kenyataannya, masih banyak perempuan yang harus menjalani hari-hari mereka dengan waspada berlebihan, hanya karena ruang publik belum sepenuhnya dirancang dengan perspektif kesetaraan dan keamanan gender.

Situasi ini tidak hanya merugikan perempuan secara fisik, tapi juga berdampak pada psikologis mereka baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Salah satu kasus pelecehan di ruang publik yang saat ini viral adalah peristiwa yang menimpa penyanyi Nadin Amizah.

Kejadian ini berawal ketika seorang penonton menyentuh tubuhnya tanpa izin padahal pada saat itu pengamanan sudah diterapkan di lokasi. "Aku sangat kecewa dengan kalian," tulis keterangan Nadin Amizah dalam unggahan Instagramnya.

"Dan kebiasaan sebagian dari kalian yang dorong-dorong, ngerubungin aku dan tim padahal udah dibarikadein sama tim keamanan tapi tetap chaos," lanjutnya. Ia juga mengaku marah lantaran kejadian pelecehan fisik ini kembali menimpanya.

"Malam ini terjadi lagi. Tubuh aku yang sangat aku jaga kesentuh orang, dan aku rasanya marah banget ke diri sendiri karena kok kejadian lagi ya. Feel so dirty in my own body," tulisnya lagi.

Diketahui kejadian pelecehan fisik dari oknum penonton ini bukan kali pertamanya. Pada September 2023 lalu, Nadin juga pernah menjadi korban perlakukan tidak menyenangkan dari penonton.

Pada April 2025 lalu, penulis juga menyoroti adanya kasus pelecehan seksual yang terjadi di Stasiun Tanah Abang, Jakarta. Insiden terjadi pada Minggu pagi, 6 April 2025, saat seorang penumpang perempuan menaiki KRL dari Stasiun Duri menuju Stasiun Cikarang.

Ketika kereta berhenti di Stasiun Tanah Abang, seorang laki-laki naik dan berdiri sangat dekat dengan korban. Dalam perjalanan menuju Stasiun Karet, laki-laki tersebut menyentuh bagian sensitif tubuh korban secara berulang. Awalnya korban mengira sentuhan itu terjadi akibat padatnya penumpang dan guncangan kereta.

Baca Juga: 5 Langkah Psikologis agar Korban Pelecehan Seksual Tak Merasa Rendah Diri

Namun, setelah menyadari pola yang mencurigakan, korban menegur pelaku dan merekam wajahnya sebagai bukti. Setibanya di stasiun tujuan, korban segera melaporkan peristiwa tersebut kepada petugas.

Setelah laporan dibuat, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) segera melakukan investigasi dengan memeriksa rekaman CCTV dan mengumpulkan keterangan dari saksi-saksi. Identitas terduga pelaku berhasil diidentifikasi, dan KCI berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk proses hukum lebih lanjut.

Korban juga membagikan pengalamannya kepada publik, yang kemudian mendorong korban lain untuk berani melapor jika mengalami kejadian serupa.​ KCI juga mengimbau kepada seluruh penumpang untuk selalu waspada dan berani melaporkan jika mengalami atau menyaksikan tindakan pelecehan seksual.

Ruang Publik Perlu Dirancang dari Perspektif Perempuan

Berkaca dari kasus pelecehan yang masih sering terjadi di ruang publik, penulis menilai bahwa ruang publik seharusnya menjadi tempat yang terbuka bagi siapa saja tanpa memandang jenis kelamin. Namun dalam praktiknya, banyak ruang publik yang belum mempertimbangkan kebutuhan spesifik perempuan baik dari sisi keamanan, kenyamanan, hingga aksesibilitas. 

Perempuan sering kali menjadi korban pelecehan seksual di tempat umum, mulai dari siulan, komentar tidak senonoh, hingga tindakan fisik yang melecehkan. Bahkan menurut laporan dari UN Woman, setidaknya satu dari tiga perempuan pernah menjadi korban pelecehan di ruang publik dan sebagian besar korbannya enggan melapor.

Menurut penulis, ruang publik seharusnya menjadi tempat semua orang termasuk perempuan untuk bisa hadir, bergerak, dan berpartisipasi tanpa rasa takut, terintimidasi, atau dibatasi.

Namun, realitas yang kerap terjadi di berbagai sudut kota masih menunjukkan sebaliknya. Banyak perempuan yang harus mengatur langkah mereka secara waspada ketika berada di jalan, di transportasi umum, atau bahkan di tempat umum seperti taman dan pusat perbelanjaan.

Baca Juga: Patut Diapresiasi, KAI Pasang Himbauan tentang Bentuk Pelecehan Seksual di KRL

Ketakutan akan pelecehan, intimidasi, bahkan kekerasan fisik masih menjadi bayang-bayang yang nyata. Situasi ini bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga menyangkut hak perempuan untuk mendapatkan rasa aman, ruang berekspresi, dan akses yang setara dalam kehidupan sosial dan ekonomi.

Penulis menekankan bahwa menciptakan ruang publik yang aman dan memberdayakan perempuan bukan sekadar tanggung jawab pemerintah atau aparat hukum semata, tetapi merupakan upaya kolektif yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk kamu sebagai bagian dari lingkungan sosial.

Dengan membangun ruang publik yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan perempuan, kita tidak hanya melindungi mereka dari risiko kekerasan, tetapi juga membuka pintu lebih lebar untuk kontribusi aktif perempuan dalam pembangunan masyarakat yang adil dan setara.

Maka dari itu, penting untuk memahami bagaimana konsep ruang publik yang aman dapat diimplementasikan secara konkret dan berkelanjutan demi terciptanya lingkungan yang menghormati dan mendukung peran perempuan sepenuhnya.

Ketika perempuan merasa aman di ruang publik, maka mereka akan lebih bebas beraktivitas, berbisnis, belajar, dan bersosialisasi. Ini membuka lebih banyak peluang bagi mereka untuk meningkatkan kualitas hidup.

Lebih dari itu, ruang publik yang aman adalah bentuk penghormatan terhadap martabat perempuan. Memberdayakan perempuan berarti juga memberdayakan keluarga, komunitas, dan pada akhirnya bangsa secara keseluruhan.

Baca Juga: Jenis Kelainan Seksual yang Membuat Seseorang Rentan Jadi Pelaku Pelecehan

(*)

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.