Keraguan Fadil Zon Soal Pemerkosaan Massal 1998, Kesaksian, dan Luka Kolektif Perempuan

Arintha Widya - Kamis, 3 Juli 2025
Luka atas kasus pemerkosaan massal Mei 1998 masih membekas.
Luka atas kasus pemerkosaan massal Mei 1998 masih membekas. tzahiV

Parapuan.co - Isu kekerasan seksual terhadap perempuan di masa lalu, yakni pemerkosaan massal 1998, kembali mencuat ke ruang publik usai pernyataan kontroversial Menteri Kebudayaan Fadli Zon. Beberapa waktu lalu Fadli mengeluarkan pernyataan tentang tidak adanya pemerkosaan massal Mei 1998 seiring dengan rencana penulisan ulang sejarah.

Kontroversi kembali terjadi dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI pada Rabu (5/7/2025) sebagaimana dikutip PARAPUAN dari Kompas.com. Dalam kesempatan tersebut, Fadli mempertanyakan istilah "massal" yang digunakan dalam menyebut peristiwa pemerkosaan terhadap perempuan etnis Tionghoa saat kerusuhan Mei 1998.

Meskipun Fadli menegaskan bahwa dirinya tidak menyangkal peristiwa tersebut, ia menyatakan keraguannya atas label "massal". Ia menyebut bahwa istilah tersebut lazim digunakan untuk peristiwa yang bersifat terstruktur dan sistematis, seperti kasus di Nanjing atau Bosnia.

"Massal itu sangat identik dengan terstruktur dan sistematis. Di Nanjing, korbannya diperkirakan 100.000 sampai 200.000, di Bosnia itu antara 30.000 sampai 50.000. Nah, di kita, saya tidak menegasikan bahwa itu terjadi, dan saya mengutuk dengan keras," ujarnya.

Fadli Zon menambahkan, dirinya telah mengikuti isu ini selama lebih dari dua dekade dan siap berdialog sebagai sejarawan, bukan semata sebagai pejabat publik. "Saya siap sebagai seorang sejarawan dan peneliti untuk mendiskusikan ini. Tidak ada denial sama sekali," katanya.

Namun, ia juga menyebutkan keraguan terhadap pendokumentasian peristiwa ini, merujuk pada investigasi Majalah Tempo tahun 1998 dan pernyataan aktivis Sidney Jones yang disebut mengalami kesulitan bertemu langsung dengan para korban.

Reaksi Emosional Anggota Dewan Perempuan

Pernyataan Fadli langsung memicu emosi sejumlah anggota DPR, terutama dari Fraksi PDI-P. Wakil Ketua Komisi X DPR RI My Esti Wijayati dan anggota DPR Mercy Chriesty Barends tidak mampu menahan tangis saat menyampaikan tanggapan mereka. My Esti, dengan suara bergetar, menyatakan bahwa penjelasan Fadli yang teoretis tidak menunjukkan kepekaan terhadap penderitaan korban.

"Pak Fadli Zon ini bicara kenapa semakin sakit ya soal pemerkosaan. Mungkin sebaiknya tidak perlu di forum ini, Pak, karena saya pas kejadian itu juga ada di Jakarta, sehingga saya tidak bisa pulang beberapa hari," kata My Esti dengan mata berkaca-kaca.

Baca Juga: Bagaimana Peran Media Perempuan Ikut Menghapus Stigma terhadap Korban Kekerasan Seksual?

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Arintha Widya