Meski Berpayung Hukum, Perempuan Korban Perkosaan Belum Bisa Dapatkan Hak Aborsi Aman

Rizka Rachmania - Rabu, 24 Agustus 2022
Jalan panjang korban perkosaan mendapat hak aborsi aman di Indonesia.
Jalan panjang korban perkosaan mendapat hak aborsi aman di Indonesia. Unaihuiziphotography

Masyarakat masih kerap memandang negatif perempuan korban perkosaan yang hamil dan ingin menghentikan kehamilannya.

Maka dari itu, perempuan korban perkosaan pada akhirnya terpaksa menerima kehamilannya dan anak yang lahir dari pengalaman buruk tersebut.

"Di masyarakat masih kuat stigma terkait dengan penghentian kehamilan untuk korban perkosaan," ucap Marcia.

Ketidaksepakatan Lembaga di Indonesia terhadap Aborsi Aman untuk Korban Perkosaan

Kawan Puan, meskipun UU Kesehatan sudah menetapkan pengecualian untuk tindak aborsi, yakni aborsi diizinkan untuk perempuan korban perkosaan, namun belum semua kementerian satu suara mengenai pandangan tersebut.

Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab berikutnya mengapa perempuan korban perkosaan masih belum bisa mendapatkan akses aborsi aman dan juga layanan untuk aborsi aman tersebut.

"Kalau lihat riwayat di online, bahkan ada kementerian lain bilang gak bisa begitu. Korban perkosaan nggak bisa punya hak untuk menghentikan kehamilan," ucap Marcia.

Terbatasnya Akses Kontrasepsi Darurat

Masalah lain yang juga menjadi penyebab korban perkosaan harus menempuh jalan panjang untuk bisa mendapatkan hak aborsi aman di Indonesia adalah terbatasnya akses ke kontrasepsi darurat.

Baca Juga: Mengenal Morning After Pill, Alat Kontrasepsi Darurat yang Kerap Dianggap Sebagai Obat Aborsi

Kontrasepsi darurat ini seharusnya butuh segera diberikan kepada korban perkosaan sebelum kehamilan benar-benar terjadi.

Waktu terbaik untuk memberikan alat kontrasepsi darurat pada korban perkosaan adalah 72 jam pasca kejadian terjadi.

Namun faktanya, di Indonesia sendiri akses kepada kontrasepsi darurat bagi perempuan korban perkosaan sangat minim dan terbatas.

Hal itulah yang kemudian membuat perempuan korban perkosaan harus menerima kehamilan hingga melahirkan anak.

"Untuk korban perkosaan dan kekerasan seksual, aborsi adalah langkah terakhir ketika terjadi kehamilan yang tidak dinginkan. Tapi sebelum sampai ke sana ada beberapa layanan kesehatan yang dibutuhkan korban," ucap Marcia.

"Akses ke kontrasepsi darurat. Kalau tidak mau aborsi, buka dong, ke kontrasepsi darurat untuk korban perkosaan," tegasnya.

Masalahnya adalah kontrasepsi darurat ini belum masuk obat esensial nasional yang kemudian ada di daftar esensial nasional agar bisa tersedia di seluruh fasilitas kesehatan.

Sehingga pada akhirnya, terlepas dari aborsi aman untuk korban perkosaan ini telah diatur dalam UU Kesehatan, namun nyatanya layanan ini belum terwujud.

Perempuan korban perkosaan belum mendapatkan haknya untuk aborsi aman di Indonesia.

Baca Juga: Kasus Kekerasan Seksual di Kampus Masih Tinggi, Rektor UGM Jelaskan Langkah Penanganan

(*)

Penulis:
Editor: Rizka Rachmania