Optimalkan Daftar Inventarisasi Masalah RUU TPKS, Pemerintah Gelar Konsultasi Publik

Alessandra Langit - Rabu, 9 Februari 2022
Menteri PPPA dalam diskusi DIM RUU TPKS
Menteri PPPA dalam diskusi DIM RUU TPKS HUMAS KEMEN PPPA

Parapuan.co - Kawan Puan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) kembali menyelenggarakan Konsultasi Publik Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pada Senin (7/2/2022).

DIM ini merupakan bagian dari Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Pertemuan dengan perwakilan Kementerian/Lembaga, Masyarakat Sipil, dan Akademisi ini dilakukan untuk menyempurnakan DIM Pemerintah terkait RUU TPKS.

"Pemerintah terus melakukan langkah-langkah percepatan penyusunan DIM RUU TPKS karena kami sangat memahami kemendesakan dan urgensi RUU TPKS," ujar Menteri PPPA Bintang Puspayoga, dikutip dari rilis yang PARAPUAN terima.

Menurut Menteri Bintang, semua upaya yang telah dan terus pemerintah lakukan adalah usaha keras untuk menyiapkan DIM yang seoptimal mungkin.

Hal itu dilakukan agar dapat menjawab kompleksitas permasalahan kekerasan seksual di lapangan.

Menurut Menteri PPPA, proses penyusunan DIM RUU TPKS berjalan lebih cepat dan efektif dengan pengawalan Gugus Tugas yang diinisiasi oleh Kantor Staf Kepresidenan.

Pihak Menteri PPPA berharap pertemuan tersebut dapat memperkaya substansi dengan mendengarkan pandangan serta masukan akademisi dan Masyarakat Sipil.

Menteri PPPA menjelaskan, RUU TPKS memuat jenis kekerasan dan unsur pidana yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya.

Baca Juga: Tindak Lanjut RUU TPKS, Menteri PPPA Gerak Cepat Susun Daftar Inventarisasi Masalah

Unsur pidana tersebut seperti pelecehan seksual non fisik, pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual berbasis online, pemaksaan kontrasepsi, eksploitasi seksual, dan penyiksaan seksual.

"Selain itu juga ada pemberatan hukuman, pidana tambahan, restitusi, serta tindakan rehabilitasi bagi pelaku," imbuh Menteri PPPA.

Penyidik Madya Tingkat III Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jean Calvijn Simanjuntak mengatakan, terdapat beberapa ruang lingkup hukum yang diatur dalam RUU TPKS.

Salah satu butirnya menjelaskan syarat Aparat Penegak Hukum (APH) yang menangani kasus kekerasan seksual.

"Dimasukkan dalam hukum acara, syarat APH adalah memiliki kompetensi dan mengikuti pelatihan," jelas Calvijn.

Tidak hanya itu, APH juga harus sensitif gender untuk menghindari reviktimisasi korban.

Selain itu, RUU TPKS ini tidak menggunakan pendekatan restorative justice.

Calvijn menjelaskan, melalui RUU TPKS ini, nantinya keterangan saksi ataupun korban dalam proses penyidikan dapat dilakukan melalui perekaman elektronik.

 Baca Juga: Kementerian PPPA Siap Susun Daftar Isian Masalah RUU TPKS Bersama DPR RI

"Keterangan saksi atau korban juga sudah cukup untuk membuktikan terdakwa bersalah, tentunya disertai alat bukti sah lainnya dan keyakinan hakim," ungkap Calvijn.

Konsultasi Publik penyusunan DIM RUU TPKS dihadiri oleh para pendamping korban.

Selain itu juga hadir pengacara dan psikolog yang selama ini terlibat dalam proses beracara menangani kasus kekerasan seksual.

Dalam kesempatan tersebut, Perwakilan Masyarakat Sipil, Ratna Batara Munti dan Asfinawati memberikan masukan terkait penambahan pasal maupun redaksional.

Pemerintah pun menyambut baik seluruh pandangan yang disampaikan dalam Konsultasi Publik.

Pemerintah masih akan membuka akses yang luas terhadap pandangan lainnya.

Terlebih, pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat akan diselenggarakan secara terbuka dalam waktu dekat.

"DIM yang sudah disusun oleh Pemerintah memang belum dapat dipublikasikan dan masih terus mengalami penyempurnaan," kata Calvijn.

"Kami mengapresiasi pandangan yang disampaikan pada hari ini dan menjadi prioritas bagi kami," tutupnya.

Pihak KemenPPPA akan terus mendorong perwujudan RUU TPKS sesegera mungkin.

Baca Juga: Kalis Mardiasih Bahas Poin Penting RUU TPKS yang Wajib Diketahui

(*)

Penulis:
Editor: Linda Fitria