Belajar dari Kasus Nia Ramadhani, Ini Kata Psikolog Soal Respons yang Tepat saat Dengarkan Teman Curhat

Maharani Kusuma Daruwati - Senin, 27 Desember 2021
Nia Ramadhani dijatuhi hukuman 12 bulan rehabilitasi
Nia Ramadhani dijatuhi hukuman 12 bulan rehabilitasi Instagram @niaramadhanibakrie

Parapuan.co - Nia Ramadhani baru menjalani sidang atas kasus penyelahgunaan narkoba yang menjeratnya.

Seperti diketahui, Nia dan sang suami Ardi Bakrie telah ditangkap pada Juli 2021 lalu.

Setelah 6 bulan menjalani rehabilitasi, Nia pun akhirnya kembali menjalani sidang putusan atas kasusnya.

Ia menjalani sidang di PN Jakarta Pusat pada Jumat (24/12/2021).

Dalam sidang tersebut, Nia pun mengungkapkan alasannya menggunakan narkotika.

Baca Juga: Nia Ramadhani Ngaku Pakai Narkoba Karena Tak Didengar saat Curhat, Ini Pentingnya Mendengarkan Keluh Kesah Teman

"Di awal tahun 2014 itu papa saya meninggal dan saya cuma bertemu dengan papa saya itu baru 3 tahun belakangan sebelum beliau meninggal. Dari saat itu sampai April 2021, saya belum pernah bisa cerita pada siapapun kalau saya benar-benar kehilangan," cerita Nia Ramdhani saat persidangan, seperti dikutip dari tayangan langsung YouTube Tribun Medan.

Ibu tiga anak ini pun mengaku pernah bercerita pada temannya namun mendapat respons yang kurang menyenangkan.

"Saya pernah cerita sama temen saya, saya bilang kalau saya seolah meratapi nasib saya, saya sedih, saya terpuruk. Tapi yang saya dapat jawaban dari mereka adalah 'Nia, malu lah untuk sedih. Karena hidup kamu itu banyak orang yang pengen'. Katanya banyak yang harus disyukuri. Katanya saya terkenal, saya punya suami, saya punya 3 anak, saya hidup di keluarga terpandang. Katanya nggak patut untuk sedih," jelasnya.

"Di saat itu saya bener-bener lebih terpuruk karena saya merasa sebagai seorang Nia itu adalah kutukan. Saya nggak bisa (nggak boleh) sedih, saya harus happy terus, saya nggak boleh kasih lihat kalau saya bener-bener kehilangan belahan jiwa saya, kehilangan papa saya itu," tambah Nia.

Istri Ardi Bakrie ini pun merasakan batinnya sesak tapi tak bisa bercerita pada siapapun, termasuk pada suaminya.

"Karena di tahun 2021 bulan April itu sedihnya saya sampai bikin sesek. Saya bener-bener breakdown, saya pengen cerita sama orang tapi kan nggak bisa. Karena setiap orang ketika saya cerita responsnya seperti tadi. Jadi saya mendem aja terus-terusan. Pada saat itu kan mungkin pikiran dan batin saya lagi lemah, lalu saya carilah (narkotika itu)," akunya.

Belajar dari kasus Nia Ramadhani, penting untuk kita mendengarkan keluh kesah dari teman dan memberikan respons tepat.

Hal ini dijelaskan oleh Arina Megumi Budiani, M.Psi., Psikolog, seorang psikolog klinis dewasa.

Arina menjelaskan bahwa pada dasarnya setiap manusia memiliki emosi dasar masing-masing.

Ketika kita tengah merasakan emosi tertentu karena kelelahan, pada dasarnya, apapun emosi yang muncul dan kita rasakan adalah valid.

"Karena emosi dasar aja ada banyak, bahagia, sedih, marah, jijik, takut. Itu aja kalau kita lihat ada banyak (macam) emosi itu, dan tidak semuanya hanya yang menyenangkan saja. And that's oke untuk kita ngerasain itu. Kita nggak bisa selalu kontrol kita mau ngerasa sedih atau enggak," ungkapnya.

Saat kita merasakan setiap emosi yang muncul pada diri kita, kita pun harus dapat mengelolanya dengan baik.

 

 

Baca Juga: Bella Hadid Curhat Atasi Perjuangan Kesehatan Mental di Instagram, Ini Tanda-Tanda Kelelahan Mental

"Salah satunya itu dengan cerita ke orang, mendapatkan validasi, mendapatkan pengakuan, mendapatkan (merasa) diterima gitu. Bahwa 'Oh oke. It's okay lho untuk ngerasa kayak gitu. Boleh lho untuk ngerasa capek dan sebagainya'," jelas psikolog yang berbasis di Jakarta tersebut.

Namun, ketika hal itu tidak kita dapatkan, maka ini menjadi tak tersalurkan.

Sehingga, menurut Arina, penting untuk kita bisa mendengarkan dan memberikan respons yang tepat saat ada orang lain yang mencurahkan isi hatinya.

"Dan itu ketika kita nggak dapatkan dari orang sekitar kita, jadinya tidak tersalurkan tu. Sehingga sebenernya perlu banget orang-orang sekitar yang mendapatkan curhat dari temennya untuk bisa memberikan respons yang lebih sesuai gitu," ujarnya.

Mendengar menjadi penting untuk membantu seseorang dapat merilis emosinya.

 

"Kalau ada orang cerita, kita usahakan, karena gini, ketika kita denger orang lain cerita, bawaannya pingin direspons aja, pingin dikomentarin, pingin dikasih solusi. Padahal mungkin yang orang itu butuh cuma tempat untuk ngeluarin itu aja," terangnya.

"Jadi, ada baiknya kita untuk belajar 'Ya udah dengerin aja'. Nggak perlu dikomentarin, nggak perlu dikasih judge," tambah Arina.

Dengan begitu biasanya akan menjadi nyaman untuk orang yang bercerita karena merasa ceritanya diterima.

"'Oh, aku boleh mengeluarkan ini. Oh, aku boleh merasakan ini' gitu ya," jelas Arina.

Arina pun menjelaskan bagaimana sebaiknya kita memberikan respons ketika mendengarkan teman curhat.

Baca Juga: Ada 6 Tipe Emosi Dasar Manusia, Kenali Ini Setiap Perbedaannya

Bukan dengan berkomentar, kita bisa memberikan respons yang membuat orang tersebut menjadi lebih tenang dan nyaman.

"Kalau kita mau merespons, kita bisa kasih respons yang mungkin membuat dia lebih tenang. Misalnya, 'Oh, iya. Kamu merasa seperti itu ya. Itu berat ya buat kamu.' Atau mungkin kalau kita bingung, kita bisa bilang bahwa 'Aku mungkin nggak bisa bantu apa-apa, kira-kira apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu atau membuatmu merasa lebih tenang?'," ungkapnya.

Jadi, ketika mendengarkan cerita orang, kita fokus untuk mendengarkan, kita fokus untuk orang itu dibandingkan memberikan komentar.

Itu yang biasa membantu seseorang ketika butuh untuk bercerita.

"Sehingga dengan begitu, emosinya dia bisa tersalurkan dengan baik dan perlahan-lahan emosi-emosi tidak menyenangkan itu intensitasnya akan lebih turun atau lebih membaik," pungkasnya.

(*)