Sosok Poppy Dihardjo, Pencetus Petisi Viral Nama Ibu Boleh Ditulis di Ijazah Anak

Aulia Firafiroh - Rabu, 8 Desember 2021
Mengenal sosok Poppy Dihardjo
Mengenal sosok Poppy Dihardjo Parapuan

Parapuan.co- Beberapa waktu yang lalu, sempat viral sebuah petisi yang bertajuk Ibu Tunggal Berhak Namanya Ditulis di Ijazah Anak, Stop Diskriminasi di Dunia Pendidikan!.

Petisi tersebut ternyata diinisiasikan oleh Poppy R. Dihardjo atau yang akrab disapa Poppy.

Pada Minggu (5/12/2021) lalu, PARAPUAN berkesempatan untuk mewawancarai sosok Poppy Dihardjo.

Ia mengawali cerita dengan menceritakan pengalaman hidupnya sebagai seorang perempuan.

Baca juga: Perjuangan Poppy Dihardjo agar Nama Ibu Tunggal Bisa Dicantumkan Dalam Ijazah Anak

Diketahui jauh sebelum ia membuat petisi ini, ternyata Poppy sudah lama terjun di dunia pergerakan perempuan.

"Sebenarnya aku sudah concern ke dunia isu perempuan sejak kuliah. Cuma dulu nggak pernah tahu cari teman di mana yang punya pemikiran yang sama," ujar Poppy.

Ia tertarik memperdalam isu perempuan berawal dari pengalaman hidupnya.

"Aku tertarik dengan isu perempuan, juga berawal dari apa yang aku rasakan di rumah. Aku lahir di keluarga Jawa yang artinya perempuan itu kelas dua dibanding anak laki-laki," tambah ibu satu anak ini.

Tak hanya mengalami diskriminasi saat akan mengurus ijazah anaknya, Poppy juga mengaku mendapatkan diskriminasi sejak kecil karena ia terlahir sebagai perempuan.

"Semua anak laki-laki di keluargaku itu sarjana dan insinyur. Sedangkan semua anak perempuan di keluargaku putus sekolah kecuali aku. Bahkan kakak perempuanku sampai disuruh berhenti kuliah dan mengalah untuk sekolah kakakku yang laki-laki," cerita Poppy.

Sejak SMP, ia mengaku sudah dibiayai kakaknya karena sang ayah sudah tiada.

Ia bahkan harus meyakinkan sang kakak untuk membiayai pendidikannya.

"Aku sendiri hanya berhasil dibiayai sampai D3, itu pun berderai air mata sampai aku mohon-mohon "Nggak akan rugi nguliahin aku. Kalau aku hanya lulus SMA, kemungkinan kesempatanku punya pekerjaan dan karier yang bagus akan rendah. Sebelum lulus kuliah, aku juga akan cari uang sendiri untuk membiayai kuliahku". Dan itu kejadian," tambahnya.

Meski kini Poppy telah menjadi seorang Business Director, ia masih mengalami diskriminasi.

Diketahui sebelumnya, Poppy nyaris tidak bisa menuliskan namanya di ijazah sang anak karena ia perempuan dan seorang ibu tunggal.

Padahal ia sendiri yang membiayai pendidikan anaknya, sedangkan sang mantan suami entah pergi kemana.

Baca juga: Mengenal Sosok Indah Yuliani, Pilot Perempuan Pertama di Indonesia

Perjalanan karier Poppy Dihardjo

Poppy diketahui sudah memulai karier sebagai seorang resepsionis pada tahun 1997.

Ia juga berpengalaman lebih dari 17 tahun di bidang marketing dan advertising.

"Aku mengawali karier sebagai seorang resepsionis hingga akhirnya saat ini aku menjadi Business Director di salah satu agency multinasional di Jakarta," kata Poppy.

Tak hanya itu, Poppy telah bekerja di beberapa agensi multinasional dan lokal terkenal seperti Bates Chi (Bates Worldwide), Ogilvy Action, Momentum McCann, Publicis One, The First Edition, VMLY&R dan Lotus:H.

Ia juga kerap mengerjakan proyek dengan perusahaan besar seperti British American Tobacco, Heinz ABC, Unilever, Nestle, Bank Mandiri, dan Diageo untuk beberapa nama.

Kesuksesan kariernya hingga berada di posisi saat ini, bukan datang tanpa hambatan. 

Poppy mengaku banyak sekali hambatan yang harus ia lewati saat meraih karier apalagi dirinya seorang perempuan.

"Dulu aku kinerjaku sering diragukan karena aku seorang perempuan. Sampai akhirnya, dulu aku bertemu seorang teman di satu kantor pada tahun 2017. Kemudian temanku meng-encourage-ku untuk aktif di teman-teman pergerakan perempuan atau feminis," cerita Poppy.

Setelah itu, Poppy aktif menyuarakan mengadvokasi dan menyuarakan isi pikirannya mengenai isu perempuan di akun sosial media miliknya.

"Lalu aku menemukan komunitas Save Janda sebagai tempat berbagi pengalaman. Karena dulu aku bekerja di perusahaan media, aku sering membicarakan komunitas ini dengan teman kantor. Hingga akhirnya, aku mewakili komunitas ini diundang oleh media tersebut. Akhirnya dari situ, followers instagramku meningkat. Banyak dari mereka bertanya, bagaimana cara melepaskan diri dari pernikahan atau relasi yang buruk," tambah Poppy yang juga memiliki pengalaman buruk di dalam pernikahannya dahulu.

Baca juga: Sosok Devi Sumarno, Pendiri Rumah RUTH untuk Korban Kehamilan Tak Diinginkan

Kerap mengadvokasi kasus kekerasan terhadap perempuan

Sosok Poppy ternyata juga aktif menjadi pendamping kasus kekerasan terhadap perempuan seperti kekerasan seksual, KDRT, kekerasan dalam pacaran, dan sebagainya.

"Pertama kali, aku megang kasus yang dialami oleh seorang perempuan yang mengalami kehamilan tidak direncanakan (KTD). Saat itu dia hamil delapan bulan," ujar Poppy.

Semenjak sering mengadvokasi isu kekerasan terhadap perempuan, akhirnya Poppy semakin banyak perempuan yang bercerita mengenai hal-hal yang kerap mereka alami.

"Dari situ, aku sadar. Ternyata tidak hanya janda saja yang mengalami stigma. Perempuan jomblo yang belum punya pacar di usia dua puluh tahun ke atas juga kena stigma seperti "udah jangan milih-milih, nanti nggak laku" atau "nanti kamu jadi perawan tua". Nah, yang memutuskan belum menikah juga kena stigma. Yang baru menikah usia tiga puluhan juga kena stigma," kata Poppy.

 

Mengetahui kehidupan perempuan selalu mendapat stigma, Poppy akhirnya memutuskan untuk keluar dari Save Janda dan membangun komunitas yang merangkul semua perempuan.

Ia kemudian membangun support group berbasis komunitas yang namanya PenTaS (Perempuan Tanpa Stigma).

"Nama komunitas ini diambil dari kata pentas yang berarti panggung. Diharapkan teman-teman yang ada di support group ini akan bisa mentas di kehidupannya sendiri. Aku berharap perempuan-perempuan yang tergabung di komunitas ini bisa menguasai panggung kehidupan mereka sendiri,"ujar Poppy.

Dari situ, Poppy kerap mendapatkan banyak laporan kasus kekerasan terhadap perempuan yang membuat dirinya geram.

Ia mengaku marah saat mengetahui kebanyakan para pelaku kekerasan terhadap perempuan tidak takut dihukum.

Akhirnya pada awal tahun 2020, ia membuat No Recruit List (NRL), tempat pengaduan kejadian kekerasan terhadap perempuan di tempat kerja.

"Aku udah dua puluh tahun lebih bekerja di dunia advertising dan networkingku juga banyak. Nah, aku ingin memanfaatkan networking yang aku punya, untuk membantu penyintas kasus kekerasan terhadap perempuan mendapat keadilan," papar Poppy.

Kawan Puan, sungguh inspiratif sekali ya sosok Poppy Diharjo ini! (*)

Baca juga: Mengenal RUTH, Rumah Aman untuk Perempuan Korban Kehamilan Tak Diinginkan

 

 

Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh