Parapuan.co - Di era modern seperti saat ini, masih banyak orang yang menilai bahwa kebahagiaan perempuan diukur dari pencapaian menikah. Bahkan, tak sedikit yang menganggap jika pernikahan adalah tonggak penting yang 'wajib' dicapai perempuan ketika memasuki usia dewasa.
Di sisi lain, sebuah data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarata seakan bertolakbelakang dengan budaya yang tertanam kuat. Bagaimana tidak, sejumlah penduduk yang berusia 19 tahun ke atas memutuskan untuk menunda pernikahannya.
Sebanyak 2.098.685 dari 7.781.073 jiwa penduduk Jakarta berusia 19 tahun ke atas belum menikah. Data tersebut menunjukkan adanya 1.201.827 laki-laki dan 896.858 perempuan yang belum menikah.
Denny Wahyu Haryanto, Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta menyebut bahwa salah satu alasan mengapa banyak orang usia dewasa menunda pernikahannya adalah faktor ekonomi.
"Aktivitas yang tinggi di Jakarta dikarenakan kebutuhan ekonomi, persaingan secara umum, karier hingga pendidikan. Hal ini berimplikasi terhadap penundaan pernikahan hingga sampai pada masalah enggak untuk menikah," ujar Denny dikutip dari Kompas.
Bagi sebagian anak muda masa kini, menikah bukan sekadar memenuhi ekspektasi sosial atau pencapaian usia tertentu. Di balik keputusan untuk menunda pernikahan, tersimpan banyak pertimbangan serius, terutama soal finansial dan kesiapan mental.
Perempuan Memilih Menunda Pernikahan Demi Stabilitas Ekonomi
Fenomena perempuan dewasa yang memilih untuk menunda pernikahan telah menjadi tren yang semakin umum terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Keputusan ini tentu tidak terjadi secara kebetulan, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks, salah satunya yang paling menonjol adalah kesiapan ekonomi.
Menurut penulis, ketika perempuan dewasa dihadapkan pada pilihan untuk membangun rumah tangga, pertimbangan terhadap stabilitas finansial menjadi hal yang krusial dan tidak bisa diabaikan begitu saja.
Baca Juga: Perempuan Milenial dan Gen Z Memilih untuk Menunda Pernikahan, Mengapa?
Kesiapan ekonomi dalam konteks ini merujuk pada kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup secara mandiri dan berkelanjutan, tanpa harus bergantung sepenuhnya pada pihak lain, terutama pasangan. Hal ini mencakup berbagai aspek seperti pendapatan tetap, kestabilan pekerjaan, kepemilikan aset, serta kemampuan mengelola keuangan pribadi.
Sementara ketika kamu merasa bahwa aspek-aspek tersebut belum terpenuhi dengan baik, menurut penulis sangat wajar jika keputusan untuk menunda pernikahan muncul sebagai bentuk tanggung jawab terhadap masa depan pribadi dan keluarga yang ingin dibangun kelak.
Salah satu alasan utama mengapa kesiapan ekonomi menjadi faktor penentu dalam keputusan menunda pernikahan adalah karena realitas kehidupan rumah tangga tidak hanya didasarkan pada cinta dan komitmen, tetapi juga sangat bergantung pada kestabilan finansial.
Dalam kehidupan sehari-hari setelah menikah, kamu dan pasangan akan dihadapkan pada beragam kebutuhan seperti tempat tinggal, makanan, pendidikan anak, biaya kesehatan, hingga kebutuhan sosial yang terus berkembang. Tanpa pondasi ekonomi yang kokoh, hubungan yang awalnya harmonis bisa terguncang oleh tekanan finansial yang berkelanjutan.
Selain itu, menurut penulis, pernikahan bukan lagi satu-satunya jalan untuk mencapai rasa aman dan stabilitas sosial seperti yang berlaku di masa lalu. Perubahan norma dan nilai dalam masyarakat telah memberikan lebih banyak ruang bagi perempuan untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.
Ketika kamu merasa bahwa stabilitas finansial belum tercapai, kamu cenderung tidak ingin terburu-buru masuk dalam institusi pernikahan hanya karena tekanan sosial atau ekspektasi keluarga, melainkan lebih memilih untuk menanti waktu yang tepat demi kebaikan jangka panjang.
Keputusan perempuan dewasa untuk menunda pernikahan bukanlah semata-mata sebuah penolakan pribadi, melainkan refleksi dari kesadaran akan kompleksitas kehidupan modern yang menuntut kesiapan di banyak aspek, terutama dalam hal ekonomi.
Kamu memilih untuk berhati-hati, bukan karena takut terhadap komitmen, melainkan karena ingin memastikan bahwa langkah besar tersebut diambil dengan pondasi yang kokoh dan bertanggung jawab.
Baca Juga: Tantangan Tahun Pertama Pernikahan yang Rentan Dihadapi Pasangan
(*)