Cerita Novelia Pishesha Soal Vaksin Covid-19 Berbasis Protein yang Ia Kembangkan

Aulia Firafiroh - Rabu, 17 November 2021
Cerita Novalia Pishesha
Cerita Novalia Pishesha kompas

Parapuan.co- Kawan Puan, salah satu peneliti perempuan asal Indonesia berhasil menemukan vaksin Covid-19.

Junior fellow atau peneliti junior di Society of Fellows dari Universitas Harvard ini juga menerbitkan jurnal ilmiah mengenai kandidat vaksin Covid-19 yang sedang ia kembangkan pada November 2021.

Perempuan yang akrab disapa Nova ini mengembangkan vaksin Covid-19  berbasis protein.

Vaksin tersebut disebut mudah diproduksi dan didistribusikan di Indonesia karena tidak membutuhkan lemari es.

Berdasarkan jurnal PNAS (Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America) yang dibuatnya, vaksin tersebut menyasar langsung sel-sel penyaji antigen (antigen-presenting cells/APCs).

Baca juga: Sosok Novalia Pishesha, Penemu Vaksin Covid-19 yang Mudah Diproduksi

Nova bersama para timnya mengaku telah melakukan uji coba vaksin tersebut pada tikus muda dan tua.

Menurut hasil dari uji coba tersebut, vaksin yang dikembangkan Nova memberikan kekebalan tubuh tikus terhadap virus SARS-CoV-2 dan varian lainnya.

“Kandidat vaksin ini 100 persen efektif, karena semua tikus – jika Anda lihat datanya – terlindungi,” ujar Nova dikutip dari Kompas.

Kemudian, Nova menggunakan sekuens asli dari paku protein SARS-CoV-2 Wuhan di dalam penelitiannya.

Sejauh ini, vaksin yang dikembangkan Nova mampu mengatasi segala varian virus Covid-19 termasuk varian Afrika Selatan (C.1.2).

 

Namun Nova mengaku belum mencoba vaksin penemuannya pada Covid-19 varian Delta.

Tapi melihat hasilnya, Nova optimis vaksin yang ia kembangkan akan ampun untuk menangani varian Delta.

“Sebenarnya, modifikasi dalam hal merekayasa ulang komponen vaksin tidak terlalu sulit, jadi saya rasa kami bisa merakayasa ulang sebagian vaksin dengan varian terbaru,” ungkap Nova.

“Dan bahwasanya vaksin kami memicu respons imun yang sangat, sangat kuat – ditambah dengan respons T-cell di area (domain pengikat reseptor/RBD) yang terkonservasi – saya rasa kami cukup yakin vaksin ini bahkan memberikan perlindungan terhadap Delta,” tambahnya.

Baca juga: Cerita Lia Oktaviani Handoko, Sukses Jadi Entrepreneur dari Hobi Hand Lettering

Menurut Nova, vaksin berbasis protein yang ia kembangkan memiliki sejumlah kelebihan dibanding vaksin-vaksin Covid-19 lainnya.

“Karena (vaksin) ini kan protein-based, jadi lebih mudah untuk dibuat, untuk didistribusikan juga sangat mudah, karena kalau misalnya (vaksin) mRNA kan harus (disimpan pada suhu) dingin, terus vaksin yang lain juga harus dingin. Kalau yang ini bisa dikeringkan, jadi dilyophilized (pengeringan beku, red.), jadi bisa ringan juga untuk ditransfer ke mana-mana. Ditinggal di suhu ruangan satu-dua minggu juga enggak apa-apa,” papar Nova.

 

Sebelum vaksin ini akan diuji pada manusia, vaksin ini akan diuji coba pada hewan nonprimata yaitu monyet.

Doktor lulusan Massachusetts Institute of Technology (MIT) itu berharap segera diedarkan di Indonesia.

“Pada akhirnya, saya harap vaksin ini nantinya bisa digunakan di Indonesia. Saya pikir sesuai rencana, pada intinya saya ingin menggunakan teknologi yang memang kapasitas manufakturnya sudah ada di sana," cerita Nova.

"Itu sebabnya saya tidak begitu ingin meneliti (vaksin) mRNA, karena butuh waktu beberapa tahun untuk membangun kapasitas manufakturnya hingga berada pada skala yang diperlukan, karena di Amerika pun teknologi itu masih sangat baru,” tambahnya lagi.

Novalia Pishesha dan timnya
Novalia Pishesha dan timnya kompas

Baca juga: Kiprah Jajang C. Noer hingga Raih Penghargaan Seumur Hidup di FFI 2021

Reaksi Pemerintah Indonesia

Melansir dari Kompas, Juru bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyambut baik penemuan kandidat baru vaksin Covid-19 oleh Nova dan timnya.

“Transfer teknologinya pasti akan jauh lebih mudah ya, dibandingkan tentunya transfer teknologi yang mungkin lead researcher-nya bukan orang Indonesia. Jadi, menurut saya, Indonesia harus betul-betul mendukung, men-support hal ini,” ungkap Nadia.

“Ini bisa menjadi salah satu peluang bagi BUMN untuk mengadopsi studi yang dilakukan oleh diaspora Indonesia, yang ke depannya akan memberikan peluang kepada Indonesia untuk bisa kemudian memproduksi vaksin,” tambahnya.

Dalam kunjungan ke AS awal Oktober lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bertemu dengan Nova.

Meski begitu, belum ada keterangan lebih jauh tentang rencana pemerintah dalam menanggapi penemuan kandidat vaksin Covid-19 oleh Nova dan timnya.

“Saya rasa sih, kalau kemarin Pak Menteri sudah ketemu dengan Nova pasti akan ada tindak lanjutnya ya,” jawab Nadia.

Perlu diperhatikan, vaksin yang dikembangkan Nova tersebut lolos tahap uji klinis dan mendapat persetujuan otoritas terkait, vaksin tersebut membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk diproduksi massal. (*)

 

 

Sumber: kompas
Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh