Dukung Ekonomi Sirkular, Begini Praktik Jual Beli di Toko Nol Sampah

Arintha Widya - Sabtu, 30 Oktober 2021
Sampah daur ulang
Sampah daur ulang Photo by BAY ISMOYO / AFP (nst.com.my)

Parapuan.co - Sebuah toko kelontong curah di Bandung bernama Toko Nol Sampah telah menerapkan zero waste untuk mendukung ekosistem ekonomi sirkular di Indonesia.

Toko tersebut sama sekali tidak menyediakan kantong plastik untuk pembeli, dan lebih memprioritaskan penggunaan wadah yang dapat dipakai berulang.

Pemilik toko Nol Sampah, Siska Nirmala atau yang akrab disapa Pieta mengaku dirinya menerapkan prinsip zero waste sejak membuka tokonya pada 2020 lalu.

Ketika dihubungi PARAPUAN belum lama ini, Pieta menjelaskan salah satu alasannya membuka toko kelontong curah Nol Sampah tak sekadar bentuk dukungan terhadap ekonomi sirkular.

Baca Juga: Mengenal Ekonomi Sirkular Lewat Hadirnya Toko Kelontong Nol Sampah

Akan tetapi, ia lebih menerapkan prinsip hidup zero waste lantaran sudah sejak lama menjadi praktisi pencinta lingkungan.

"Aku menerapkan gaya hidup zero waste, jadi aku pengen punya supporting system sendiri karena di Bandung belum ada," ucap Pieta.

"Nah, toko kelontong curah ini ada sebagai support system bagi orang-orang yang ingin menerapkan gaya hidup zero waste," imbuhnya.

Beberapa hal yang Pieta terapkan untuk gaya hidup zero waste di toko Nol Sampah di antaranya:

1. Menyediakan wadah nonplastik untuk pembeli

Biasanya, pembeli yang berbelanja ke toko Nol Sampah akan membawa wadah sendiri.

Namun, apabila mereka lupa atau wadah yang dibawa tak cukup menampung belanjaan, Pieta menyediakan jar (toples) dan kantong kain gratis.

"Rata-rata bawa wadah sendiri, terus di toko aku nggak nyediain kantong plastik, tapi toples dari kaca. Itu gratis bisa dipakai sama temen-temen yang dateng ke sini," kata Pieta.

Jar itu sendiri sebagian besar merupakan hasil donasi, sehingga Pieta pun leluasa mendonasikannya kembali untuk mendukung ekosistem ekonomi sirkular di Indonesia.

"Jar-nya itu hasil donasi. Jadi, yang suka ke sini, mereka suka donasi jar bekas. Aku memang open donasi untuk toples kaca bekas sama kantong kain," tambah perempuan kelahiran 1987 tersebut.

Baca Juga: Bertemakan Hutan Indonesia, Sepatu Ini Terbuat dari Bahan Daur Ulang

2. Menerapkan pembelian curah atau partai besar

Untuk meminimalkan penggunaan kantong plastik, Pieta juga menerapkan sistem pembelian dalam partai besar atau curah.

Maka itu, ia menyediakan kantong atau wadah ukuran satu hingga lima kilogram dan hanya melayani pembelian curah.

"Kalau produk curah itu kan belinya dalam jumlah banyak, minimal karungan atau ukuran satu kilo, minimal sampai lima kilo," ungkap Pieta lagi.

"Ini memberikan alternatif untuk konsumen menghindari kemasan-kemasan saset tadi. Karena saset itu kan residu, nggak bisa didaur ulang," jelasnya.

3. Fokus memberikan edukasi

Tak cukup sampai di situ, Pieta menjelaskan pula bahwa usaha yang dijalaninya tak hanya fokus pada keuntungan semata.

Ia lebih fokus pada memberikan edukasi dalam membantu menciptakan ekosistem ekonomi sirkular melalui lingkup yang lebih kecil.

Di samping para pembeli, ia juga mengedukasi pemasok barang-barang kebutuhan pokok yang dijual di tokonya.

"Aku mencoba melihat zero waste ini dalam perspektif yang lebih luas. Kalau secara individu saja, kan, gimana caranya nggak menghasilkan sampah," tutur Pieta.

 Baca Juga: Unik! Ini 4 Ide Packaging Ramah Lingkungan dari Bahan Daur Ulang

"Dalam perspektif yang luas, untuk proses distribusi sendiri itu kemasan plastik tidak bisa dihindari tapi bisa diminimalisir. Salah satunya dengan produk curah," tutupnya.

Dengan membeli secara curah, ia bisa menjual ke konsumen menggunakan wadah-wadah nonplastik yang disediakan.

Lalu untuk kemasan plastik dari pemasok pun, beberapa sudah mulai berkurang dan memilih mengirimkan barang menggunakan karung.

Nah, Kawan Puan sudah mengerti prinsip zero waste yang bbisa mendukung ekosistem ekonomi sirkular, bukan? (*)

Sumber: Wawancara
Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh