Jurnalis Perempuan Maria Ressa Raih Penghargaan Nobel Perdamaian 2021

Alessandra Langit - Sabtu, 9 Oktober 2021
Maria Ressa, jurnalis perempuan peraih penghargaan Nobel Perdamaian 2021
Maria Ressa, jurnalis perempuan peraih penghargaan Nobel Perdamaian 2021 AFP/NOEL CELIS

Parapuan.co - Kawan Puan, penghargaan Nobel Perdamaian 2021 telah mengumumkan pemenangnya.

Jurnalis perempuan asal Filipina Maria Ressa dan rekannya, Dmitry Muratov, menjadi peraih Nobel Perdamaian untuk tahun ini.

Mereka telah berani melawan kemarahan para pemimpin Filipina dan Rusia untuk mengungkap korupsi dan kesalahan pemerintahan.

Mereka mendapatkan Nobel atas keberanian dan perjuangan untuk kebebasan berbicara yang dikecam oleh banyak petinggi global.

 

Baca Juga: TIME Rilis Daftar 100 Orang Paling Berpengaruh 2021, Ada Nama Perempuan Indonesia!

Ketua Berita Reiss-Andersen dari Komite Nobel Norwegia mengatakan dalam Rilis pers Nobel Perdamaian bahwa peran jurnalis di tahun ini fokus kepada kebebasan berekspresi.

"Pada saat yang sama, mereka adalah perwakilan dari semua jurnalis yang membela cita-cita perdamaian di dunia," kata Reiss-Andersen.

"Apa lagi saat demokrasi dan kebebasan pers menghadapi kondisi buruk yang semakin mengerikan," tambahnya.

"Jurnalisme yang bebas, independen, dan berdasarkan fakta berfungsi untuk melindungi dunia dari penyalahgunaan kekuasaan, kebohongan, dan propaganda perang," paparnya lebih lanjut.

Dalam sebuah wawancara dengan Reuters, Maria Ressa mengatakan bahwa penghargaaan tersebut adalah pengakuan global atas peran jurnalis dalam memperbaiki dunia kita yang rusak.

"Menjadi jurnalis tidak pernah sesulit sekarang ini," kata Maria Ressa, sebagai seorang jurnalis veteran.

Selama 35 tahun, ia telah dikaitkan dengan kasus hukum di Filipina yang dibawa oleh pihak berwenang yang tidak terima dengan tulisannya.

Maria Ressa yang kini berusia 58 tahun adalah pemenang penghargaan Nobel pertama yang berasal dari Filipina.

Rappler, yang pada tahun 2012, telah tumbuh sukses menjadi salah satu media dan situs pelaporan serta investigasi.

Rappler telah merekam banyak kasus investigasi, termasuk pembunuhan skala besar selama kampanye polisi Filipina dalam melawan narkoba.

Pada bulan Agustus lalu, pengadilan Filipina menolak kasus pencemaran nama baik terhadap Maria Ressa.

Baca Juga: 9 Fakta Menarik Soal Malala Yousafzai yang Tidak Diketahui Orang

Kasus tersebut adalah satu dari beberapa tuntutan hukum yang diajukan kepada jurnalis menjadi sasaran akibat laporan kritis tentang Presiden Rodrigo Duterte.

Maria Ressa adalah salah satu dari beberapa jurnalis yang dinobatkan sebagai Person of the Year Majalah Time pada tahun 2018.

Maria berani memerangi intimidasi terhadap media dan perjuangan hukumnya telah menimbulkan kesadaran internasional tentang pelecehan media di Filipina.

Padahal, Filipina adalah negara yang pernah dilihat sebagai standar kebebasan pers terbaik di Asia.

Maria Ressa dan Dmitry Muratov mendedikasikan penghargaannya kepada enam kontributor untuk surat kabar Novaya Gazeta.

Enam kontributor tersebut telah dibunuh karena mengungkap pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi.

Reiss-Andersen mengatakan komite Nobel ingin mengirim pesan tentang pentingnya jurnalisme.

Terutama pada saat teknologi telah membuatnya lebih mudah dari sebelumnya untuk menyebarkan kebohongan.

Baca Juga: Ada Maudy Ayunda hingga Hwasa, Berikut Perempuan Asia dalam Forbes 30 Under 30 2021

"Kami menemukan bahwa orang-orang dimanipulasi oleh pers, dan jurnalisme berkualitas tinggi berbasis fakta sebenarnya semakin dibatasi," katanya.

Perbuataan itu juga merupakan cara untuk menyoroti situasi sulit bagi jurnalis, khususnya di bawah kepemimpinan di Rusia dan Filipina.

(*)

Sumber: Reuters,Nobel Prize
Penulis:
Editor: Maharani Kusuma Daruwati