Benarkah Budi Pekerti Anak Bisa Tentukan Karakter Pemimpin Masa Depan?

Tim Parapuan - Jumat, 5 September 2025
father and daughter spending time together
father and daughter spending time together

Parapuan.co - Sikap para pejabat yang kerap dianggap kurang peka terhadap kesulitan masyarakat sering menuai kritik. Kondisi ini dapat memunculkan pertanyaan besar, bagaimana agar generasi penerus bangsa nantinya bisa tumbuh menjadi pemimpin yang bijak sekaligus memiliki rasa empati tinggi?

Salah satu hal yang perlu ditanamkan sejak dini di dunia pendidikan adalah nilai budi pekerti. Anak-anak yang terbiasa memahami perasaan orang lain akan lebih mampu menempatkan diri dengan bijak ketika kelak berada di posisi yang penting, termasuk ketika menjadi pejabat publik.

Perkembangan Moralitas Anak

Psikolog anak dan remaja dari Layanan Psikologi JEDA di Bandar Lampung, Nanda Erfani Saputri, M.Psi., menjelaskan bahwa empati, integritas, dan rasa tanggung jawab adalah bagian dari perkembangan moral yang sangat penting. Menurutnya, moralitas anak bukan hanya tentang benar atau salah, tetapi juga tentang bagaimana mereka merespons kondisi orang lain di sekitarnya.

“Anak perlu belajar memahami situasi orang lain, apa yang mereka rasakan, dan bagaimana cara menyikapi hal itu,” jelas Nanda dikutip dari laman Kompas.com. Ia menambahkan, seiring bertambahnya usia, kemampuan berpikir dan regulasi emosi anak juga semakin matang, sehingga pemahaman moral mereka ikut berkembang.

Pondasi moral tersebut akan menjadi bekal yang terbawa hingga dewasa. Jika sejak kecil anak diajarkan kejujuran, kepedulian, dan rasa adil, maka kemungkinan besar nilai itu akan tetap melekat saat mereka dewasa. Pada akhirnya, lingkungan rumah dan pola asuh orang tua memegang peran utama dalam menanamkan dasar budi pekerti.

Aktif dalam Kegiatan Sosial

Psikolog anak dari Mykidz Clinic, Gloria Siagian, M.Psi., juga menambahkan bahwa langkah praktis yang bisa dilakukan orang tua salah satunya adalah melibatkan anak dalam kegiatan sosial. Dengan mengajak mereka membantu orang lain, anak bisa secara nyata merasakan arti kepedulian.

“Misalnya, orang tua bisa membawa anak ke panti asuhan atau memberi kesempatan untuk berbagi dengan teman yang kesulitan,” ujar Gloria. Kegiatan sederhana seperti itu bisa menumbuhkan perasaan bahwa kebahagiaan tidak hanya datang dari menerima, tetapi juga dari memberi.

Baca Juga: Memahami Alasan Orang Tua Modern Kadang Harus Berbohong ke Anak

Selain melalui pengalaman langsung, percakapan juga menjadi sarana efektif. Menurut Gloria, orang tua dapat mengajak anak berdiskusi mengenai bagaimana perasaan orang lain ketika berada dalam situasi tertentu. 

Bersikap Tegas pada Anak

Tidak kalah penting, orang tua juga harus berani menegur anak ketika mereka menunjukkan sikap sombong atau merendahkan orang lain. Jika anak terbiasa pamer atau mengejek, orang tua perlu memberi penjelasan bahwa tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama, sehingga sikap itu bisa melukai perasaan teman sebayanya. 

Bersikap Adil hingga Mengakui Kesalahan

Nanda menambahkan bahwa rasa adil juga perlu dilatih sejak dini. Anak yang memiliki kakak atau adik, misalnya, bisa diajarkan bahwa setiap anggota keluarga berhak mendapatkan perlakuan yang setara. Dengan begitu, anak belajar bahwa keadilan adalah prinsip penting yang harus dijunjung, bukan hanya di rumah, tetapi juga di kehidupan bermasyarakat.

Kebiasaan lain yang tidak kalah bermanfaat adalah mengajarkan anak untuk mengakui kesalahan. Alih-alih membiarkan anak berlindung di balik alasan “masih kecil”, orang tua dapat membimbing mereka untuk berani meminta maaf. Sikap ini menjadi dasar kejujuran dan rasa tanggung jawab di masa depan.

Diskusi antara Orang Tua dan anak

Diskusi dua arah juga berperan besar. Anak tidak hanya diberitahu mana yang benar atau salah, tetapi diajak memahami alasan di balik aturan tersebut. Proses ini membuat mereka mampu berpikir kritis sekaligus menyerap nilai moral dengan lebih mendalam.

Baca Juga: Memahami Karakter Anak Berdasarkan Urutan Kelahiran untuk Pola Asuh yang Tepat

Bertanggung Jawab pada Diri Sendiri

Konsep hak dan kewajiban pun sebaiknya diperkenalkan sedini mungkin. Misalnya, jika anak meminjam barang, ia wajib mengembalikannya. Atau ketika diberi tugas sekolah, ia harus menyelesaikannya sendiri, bukan meminta orang lain mengerjakannya. Hal-hal sederhana ini melatih anak memahami arti tanggung jawab personal.

Pentingnya Berbagi

Selain itu, sikap berbagi juga penting untuk diasah. Baik itu berbagi makanan, mainan, atau perhatian, kebiasaan ini menumbuhkan rasa kepedulian yang lebih luas. Anak yang terbiasa berbagi akan lebih peka terhadap kebutuhan orang di sekitarnya.

Nanda menekankan, menanamkan budi pekerti tidak bisa dilakukan dalam semalam. Proses ini mirip membangun sebuah bangunan yang membutuhkan waktu, kesabaran, dan konsistensi. Orangtua berperan sebagai arsitek yang perlahan menanamkan nilai kebaikan ke dalam keseharian anak.

Ia juga mengingatkan bahwa anak belajar dari apa yang mereka lihat setiap hari. Artinya, teladan dari orangtua menjadi faktor penentu. Jika orangtua mampu menunjukkan sikap empati, jujur, dan adil, anak pun akan lebih mudah menirunya.

Dengan stimulasi yang tepat, anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter kuat. Nilai empati, kejujuran, dan tanggung jawab yang tertanam sejak dini akan menjadi bekal penting ketika mereka dewasa, bahkan saat dipercaya sebagai seorang pejabat.

Oleh karena itu, membentuk generasi pemimpin yang berempati bukan hanya tanggung jawab sekolah atau lembaga tertentu, tetapi terutama orangtua di rumah. Lingkungan keluarga yang penuh kasih, adil, dan jujur akan menjadi tempat terbaik untuk menanamkan budi pekerti.

Baca Juga: Dampak Positif Gaya Parenting Latte Dad Bagi Anak, Ibu, dan Keluarga

(*)

Putri Renata

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri