Mengenal Emotional Contagion, Kondisi Ketika Kita Bisa Ikut Senang atau Marah?

Tim Parapuan - Senin, 1 September 2025
Emotional Contagion
Emotional Contagion

Parapuan.co - Apakah Kawan Puan pernah merasa sedih atau gembira karena suatu hal tanpa diprediksi sebelumnya? Atau ketika melihat seorang teman bersedih, Kawan Puan juga ikut merasakan emosional kesedihan itu?

Kemungkinan besar Kawan Puan sedang mengalami penularan emosi atau emotional contagion, yakni kecenderungan seseorang untuk ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain, baik secara sadar maupun tidak.

Dilansir melalui laman Psychology Today, seorang peneliti asal Universitas Hawai, Elaine Hatfield, mengeksplorasi banyak aspek-aspek di dalam suatu hubungan dan menemukan bahwa manusia meniru emosi dari perilaku satu sama lain. Lalu, bagaimana penularan emosi ini dapat terjadi?

Suasana Hati yang Positif dan Negatif

Dalam sebuah hubungan, baik pertemanan maupun percintaan, emosi memainkan peran penting dalam menentukan kedekatan. Jika yang dibagikan adalah perasaan positif, seseorang dapat merasa lebih dekat dan intim.

Namun sebaliknya, emosi negatif justru bisa memicu jarak, ketegangan, hingga konflik. Tidak heran, ketika seorang teman sedang berbahagia, kita pun ikut merasakan euforia itu. Begitu pula saat pasangan marah, amarahnya bisa “menular” tanpa disadari.

Empati dan Belas Kasih

Fenomena ini erat kaitannya dengan empati, yakni kemampuan memahami perasaan orang lain. Menurut Elaine, penularan emosi dapat menjadi jembatan yang mempererat hubungan ketika perasaan positif mendominasi. Namun, ia juga dapat menjadi pemicu salah paham jika emosi negatif yang lebih sering terbagi.

Belas kasih juga terbukti berperan besar dalam proses penularan emosi. Saat dua orang selaras secara emosional, mereka cenderung lebih mudah saling menghargai, memberi dukungan, dan membangun keterhubungan yang lebih erat. 

Oleh karena itu, Kawan Puan bisa lebih bijak dalam menanggapi, terutama ketika lawan bicara sedang dikuasai emosi negatif. Jika dapat menjaga kestabilan emosi, maka membantu percakapan berjalan lebih sehat.

Untuk mencegah terjadinya penularan emosi yang berlebihan, langkah awal yang harus dilakukan adalah bagaimana pribadi masing-masing dapat mengatur emosi negatif yang ada. Dan tentu saja dengan menghentikan penyebaran emosi negatif ke lingkungan sekitar. 

Baca Juga: Apa yang Harus Diajarkan ke Anak Perempuan tentang Tubuh, Emosi, dan Batasan?

 

Cara Mencegah Suasana Hati Buruk Menular

Jika mengendalikan emosi terasa mustahil, langkah sederhana yang bisa dilakukan adalah menunda keterlibatan dalam aktivitas sosial. Meski begitu, keputusan untuk mengisolasi diri tidak boleh dilakukan sembarangan. Sebab, interaksi sosial justru sering kali mampu memperbaiki suasana hati, terutama saat bersama teman atau keluarga yang senantiasa mendukung.

Disarankan juga agar seseorang tidak menanggung beban emosional sendirian. Membicarakan perasaan dengan orang yang dipercaya bisa menjadi jalan keluar sehat daripada sekadar mengurung diri. 

Memilah Perasaan

Memilah perasaan bukan berarti menolak atau menekan emosi, melainkan mengatur kapan dan bagaimana emosi tersebut diekspresikan. Dengan kata lain, seseorang bisa tetap mengakui rasa marah, kecewa, atau sedih, tetapi memilih momen yang tepat untuk menghadapinya. 

Strategi sederhana yang bisa dilakukan misalnya, dengan menjadwalkan waktu khusus untuk merefleksikan emosi. Cara ini memberi ruang aman agar emosi bisa diproses, tanpa harus memengaruhi hubungan dengan orang lain secara langsung.

Meski kemampuan memilah perasaan berbeda-beda pada tiap individu, sesungguhnya hal ini bisa dilatih. Melalui kebiasaan sadar diri, latihan mindfulness, atau bahkan konseling.

Langkah lain yang bisa dilakukan adalah menciptakan lingkungan yang lebih suportif. Berada di sekitar orang-orang dengan energi positif mampu membantu menjaga kestabilan emosi. Bahkan, kebiasaan sederhana seperti berbagi tawa atau melakukan aktivitas bersama dapat menjadi penangkal efektif terhadap penularan suasana hati buruk.

Penularan emosi di media sosial

Berkaitan dengan era digital, fenomena penularan emosi juga semakin relevan di media sosial. Sebuah unggahan bernada optimis dapat memicu gelombang semangat baru, sementara postingan yang dipenuhi kecemasan bisa menyulut rasa panik massal. 

Sebagai contoh sebuah postingan yang memiliki tujuan untuk menyindir atau memberi isyarat kepada pasangan. Dirancang untuk menimbulkan sinyal emosional yang menular kepada pasangannya. Dengan cara ini, emosi negatif bisa muncul karena daya tangkap yang diambil dari sebuah media sosial dapat menjadi kesalahpahaman. 

Meski demikian, tidak semua penularan emosi dapat dikendalikan dengan mudah. Karena itu, kesadaran dan kendali diri menjadi kunci agar emosi yang menular lebih banyak membawa manfaat ketimbang kerugian.

Baca Juga: 5 Dampak Jika Kebutuhan Emosional Istri Tidak Dipenuhi Suami

(*)

Putri Renata

Sumber: Psychology Today
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri