Parapuan.co - Liburan bersama pasangan adalah salah satu cara mempererat hubungan. Tapi, bagaimana jika ternyata kalian memiliki gaya traveling yang sangat berbeda? Yang satu suka kenyamanan dan itinerary rapi, sementara yang lain lebih suka spontanitas dan petualangan tanpa banyak rencana.
Perbedaan semacam itu bisa jadi masalah bagi sebagian pasangan. Namun, bukan masalah jika Kawan Puan tahu cara mengelolanya. Dengan komunikasi, pengertian, dan sedikit strategi, perbedaan ini justru bisa memperkaya pengalaman liburan dan memperkuat ikatan.
Yuk, simak solusi yang bisa kamu lakukan jika punya gaya traveling yang berbeda dengan pasangan sebagaimana melansir Parents di bawah ini!
1. Kenali dan Hargai Gaya Traveling Masing-Masing
Langkah awal untuk menciptakan liburan yang harmonis adalah saling mengenal gaya berlibur pasangan. Apakah ia tipe yang menikmati relaksasi di spa hotel dengan laut sebagai latar belakang? Atau justru lebih suka menjelajah gang kecil kota, mencicipi makanan kaki lima dan berburu spot foto tersembunyi?
2. Kompromi Lewat Hal yang Disukai Bersama
Jika kamu dan pasangan punya minat berbeda soal destinasi atau cara menjelajah, carilah titik temu lewat hal yang kalian berdua sukai. Salah satu contoh paling efektif adalah makanan. Banyak pasangan yang meski beda gaya traveling, bisa bersatu saat urusan kuliner.
Mencicipi makanan lokal, mencari tempat makan unik, atau bahkan sekadar sarapan di balkon kamar hotel bisa menjadi pengalaman menyenangkan yang mendekatkan. Dalam perjalanan ke Turki, misalnya, kamu bisa menikmati doner, baklava, dan kopi Turki sambil menjelajahi dua sisi Istanbul—bagian tradisional dan sisi modernnya.
3. Ciptakan Ruang Sendiri dalam Perjalanan Bersama
Baca Juga: Solo Traveling, Ini 7 Cara Perempuan Mandiri Buat Liburan Lebih Seru
Traveling berdua bukan berarti harus melakukan segalanya bersama setiap saat. Justru, memberi pasangan waktu sendiri untuk menikmati gaya traveling-nya bisa membuat liburan lebih menyenangkan. Misalnya, saat satu pihak ingin bersantai di kolam dengan buku favorit, yang lain bisa mengeksplorasi kota dengan berjalan kaki.
Kamu dan pasangan dapat bertemu kembali di waktu makan malam dengan cerita masing-masing bisa jadi momen menyenangkan tersendiri. Hasilnya? Kalian sama-sama puas, tanpa merasa harus mengorbankan kenyamanan masing-masing.
4. Antisipasi Hal-Hal Kecil yang Bisa Jadi Sumber Konflik
Terkadang, hal kecil seperti lapar bisa memicu pertengkaran dalam perjalanan. Itulah sebabnya penting untuk mengenali pemicu stres saat traveling. Salah satu pelajaran penting dari pengalaman pasangan ini adalah: hindari bepergian dalam kondisi lapar.
Saat naik kapal pesiar, misalnya, akses ke makanan sangat mudah sehingga masalah seperti ini bisa dihindari. Jika tidak sedang di cruise, pastikan kamu selalu membawa camilan atau sudah punya rencana makan yang jelas.
5. Gabungkan Petualangan dan Relaksasi
Jika salah satu pihak menyukai petualangan dan yang lain mendambakan relaksasi, menggabungkan keduanya dalam satu perjalanan bisa jadi solusi terbaik. Misalnya, ambil liburan kapal pesiar yang berhenti di beberapa kota.
Satu hari bisa digunakan untuk eksplorasi spontan, dan hari berikutnya diisi dengan menikmati fasilitas kapal atau hotel. Selain itu, kamu bisa menyusun itinerary dengan “bookend trip”: menyisipkan liburan kecil sebelum atau setelah perjalanan utama.
6. Rayakan Perbedaan, Jangan Hindari
Baca Juga: 5 Barang Ini Wajib Dibawa Perempuan saat Lakukan Solo Traveling
Yang terpenting, jangan anggap perbedaan gaya traveling sebagai hambatan. Justru, perbedaan itu bisa menjadi kesempatan untuk saling mengenal lebih dalam, menemukan cara baru menikmati dunia, dan memperkuat hubungan. Menciptakan momen bersama bukan berarti selalu sepemikiran, melainkan tentang bagaimana kalian bisa saling menyesuaikan dan bertumbuh bersama dalam perjalanan.
Perbedaan gaya liburan bukan alasan untuk saling menjauh, tapi peluang untuk menciptakan pengalaman baru yang unik dan menyenangkan. Kuncinya adalah terbuka, saling memberi ruang, dan sepakat untuk bertemu di tengah—karena pada akhirnya, perjalanan terbaik bukan soal tempatnya, tapi tentang bagaimana kita menjalaninya bersama.
(*)