Perempuan dan Masalah Ketidakadilan Hukum di Tengah Kemajuan Zaman

Saras Bening Sumunar - Jumat, 25 Juli 2025
Ketidakadilan hukum pada perempuan.
Ketidakadilan hukum pada perempuan. Istcokphoto

Parapuan.co - Di tengah laju modernisasi yang pesat dan narasi kesetaraan gender yang semakin lantang digaungkan di berbagai ruang publik, tak dapat dimungkiri bahwa perempuan masih menghadapi berbagai tantangan serius yang bersifat sistemik dan struktural.

Meski kamu bisa melihat kemajuan signifikan dalam beberapa aspek, seperti meningkatnya keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif, terbitnya regulasi yang melindungi hak-hak perempuan, serta tumbuhnya kesadaran sosial terhadap isu-isu gender, namun faktanya, kenyataan di lapangan masih jauh dari harapan.

Berbagai kasus kekerasan seksual, diskriminasi di tempat kerja, hingga ketidakadilan dalam proses peradilan menunjukkan bahwa perempuan sering kali berada dalam posisi yang lemah dan kurang mendapatkan perlindungan hukum yang setara. Ini bukan hanya terjadi di negara berkembang, tetapi juga masih menghantui negara-negara maju yang konon telah mencapai tingkat emansipasi perempuan yang tinggi.

Misalnya saja kasus di Afganistan yang belakangan tengah disorot oleh dunia. Diketahui dua pemimpin tertinggi Taliban yakni Haibatullah Akhundzada dan Abdul Hakim Haqqani diduga melakukan kejahatan kemanusiaan khususnya penindasan terhadap perempuan.

Kedua pemimpin ini membuat kebijakan yang seakan membatasi perempuanMisalnya pelarangan bekerja bagi perempuan hingga dilarangnya anak perempuan melanjutkan pendidikan di tingkat menengah.

Bukan itu saja, kedua pemimpin tersebut juga memberlakukan berbagai pembatasan lainnya yang semakin menyingkirkan perempuan dari ruang publik. Seperti larangan berjalan-jalan di taman dan berbicara di depan umum, yang semuanya dilakukan dengan tujuan untuk menghapus eksistensi perempuan dari kehidupan sosial.

Sementara menurut laman Raseef, minimnya keadilan untuk perempuan juga terjadi di Aljazair. Ada banyak perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), bahkan ada 1.404 perempuan yang menjadi korban di tahun 2022.

Walau demikian, asosiasi perempuan di Aljazair berpendapat bahwa angka tersebut tidak sesuai kenyataan. Pasalnya, masih banyak perempuan yang tidak melaporkan pelaku karena berbagai alasan.

Pertama karena hubungan mereka (suami-istri) dan hukum yang tidak berpihak pada perempuan korban kekerasan. Seorang pendiri surat kabar Feminis Aljazair, Amal Hajjaj bahkan mengatakan bahwa kasus kekerasan dan pembunuhan adalah kejahatan yang diabaikan oleh hukum.

Baca Juga: Gisèle Pelicot Terima Legion of Honour, Simbol Keberanian Melawan Kekerasan Seksual

"Pembunuhan perempuan adalah kejahatan yang diabaikan oleh hukum," ujarnya. "Diamnya perempuan adalah kaki tangan kejahatan, dari semua pihak, baik lembaga resmi, badan hukum, maupun dari masyarakat," imbuhnya. 

Contoh ketidakadilan hukum pada perempuan lainnya juga terjadi di Santa Barbara, California, Amerika Serikat. Merujuk dari laman Independentseorang laki-laki dengan sengaja merekam anak perempuan yang sedang berganti baju di sekolah tempat ia pekerja.

Atas kasus tersebut, pelaku didakwa dengan pelanggaran ringan. Namun, tersangka akhirnya dibebaskan dengan jaminan meskipun terdapat bukti yang menunjukkan bahwa ia adalah pelaku pelecehan anak. Pembebasan ini juga terjadi karena hakim menilai pelaku memiliki latar belakang pengetahuan memadai tentang ilmu perilaku.

Mengapa Perempuan Masih Rentan dengan Ketidakadilan Hukum?

Menurut penulis, salah satu akar dari ketidakadilan hukum yang masih dialami oleh perempuan adalah keberadaan struktur patriarki yang telah mengakar begitu dalam sistem sosial dan politik. Dalam masyarakat yang patriarkal, laki-laki secara historis menempati posisi dominan dalam pengambilan keputusan, baik dalam rumah tangga, institusi sosial, maupun lembaga negara, termasuk lembaga penegak hukum.

Hal ini menyebabkan hukum yang dibuat, ditegakkan, dan ditafsirkan sering kali tidak mempertimbangkan secara adil sudut pandang dan pengalaman perempuan. Misalnya, dalam banyak kasus kekerasan seksual, perempuan sering kali dibebani tanggung jawab untuk membuktikan bahwa mereka bukan penyebab terjadinya kekerasan tersebut, alih-alih pelaku yang harus membuktikan bahwa ia tidak bersalah.

Cara pandang seperti ini lahir dari norma patriarkal yang cenderung menyalahkan korban (victim blaming), dan secara tidak langsung melegitimasi perlakuan tidak adil terhadap perempuan dalam proses hukum.

Bukan hanya itu, penulis juga menilai bahwa kesenjangan akses terhadap informasi dan bantuan hukum juga menjadi penyebab lain ketidakadilan hukum pada perempuan. Kamu juga perlu memahami bahwa banyak perempuan, khususnya di wilayah pedesaan atau dari kelompok ekonomi menengah ke bawah, mengalami hambatan besar dalam mengakses informasi hukum dan mendapatkan bantuan hukum yang layak.

Rendahnya tingkat pendidikan hukum, ketakutan terhadap stigma sosial, serta minimnya penyedia layanan bantuan hukum yang sensitif gender membuat banyak perempuan akhirnya memilih untuk tidak melaporkan pelanggaran hukum yang mereka alami.

Lebih jauh lagi, sistem hukum yang berbelit-belit dan kerap kali tidak ramah terhadap korban justru menjadi penghalang utama dalam upaya perempuan untuk mendapatkan keadilan.

Hal ini diperparah dengan kurangnya petugas hukum, seperti polisi atau jaksa, yang memiliki pelatihan khusus dalam menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan perempuan, seperti KDRT atau pelecehan seksual.

Penulis menekankan bahwa ketidakadilan hukum yang masih dialami perempuan adalah cerminan dari masalah struktural yang harus diselesaikan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Mulai dari reformasi hukum yang lebih berpihak pada korban, peningkatan edukasi hukum kepada masyarakat, peningkatan akses bantuan hukum, hingga penguatan representasi perempuan di lembaga hukum adalah langkah-langkah yang sangat penting dan mendesak untuk dilakukan.

Ketika sistem hukum benar-benar bekerja secara adil bagi semua, maka perempuan tidak lagi menjadi kelompok rentan, tetapi menjadi bagian setara yang turut menentukan arah keadilan di negeri ini.

Baca Juga: Ancaman Kejahatan Digital dan KBGO Gunakan AI, Seruan untuk Perlindungan Lebih Kuat

(*)

Sumber: Independent,Raseef
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri