Victim Blaming Bahkan Datang dari Penegak Hukum, Ke Mana Korban KBGO Menuntut Keadilan?

Arintha Widya - Kamis, 17 Juli 2025
Victim Blaming Bahkan Datang dari Penegak Hukum, Ke Mana Korban KBGO Menuntut Keadilan?
Victim Blaming Bahkan Datang dari Penegak Hukum, Ke Mana Korban KBGO Menuntut Keadilan? iStockphoto

Baca Juga: Pentingnya Pendanaan Organisasi Perempuan untuk Atasi Kekerasan Berbasis Gender

Munculnya Solidaritas Warga Sipil

Namun, di tengah kekecewaan terhadap negara, muncul pula gerakan solidaritas dari masyarakat sipil. Kolektif-kolektif yang dibentuk secara independen hadir memberikan ruang aman, pendampingan, serta dukungan psikologis bagi para korban.

"Banyak sekali sekarang kolektif-kolektif yang bisa memberikan ruang aman bagi korban untuk bisa bercerita," jelas Nenden. "Kadang korban cuma ingin didengarkan, ingin curhat tanpa dihakimi."

Kolektif ini tidak hanya bekerja secara informal, tetapi juga berupaya mengisi celah yang ditinggalkan oleh sistem formal. Meski tidak bisa menjatuhkan sanksi hukum, mereka berperan besar dalam pemulihan korban serta membangun kesadaran publik tentang KBGO.

Namun demikian, keberadaan komunitas sipil bukanlah alasan bagi negara untuk melepaskan tanggung jawab. Tugas negara tetaplah utama—untuk menyediakan sistem hukum yang adil, aparat yang berpihak pada korban, dan perlindungan nyata bagi semua warga negara, tanpa terkecuali.

"Meskipun sudah ada kolektif yang kemudian bisa dituju oleh korban, bukan berarti tugas atau kewajiban negara itu berkurang," jelas Nenden.

Perlu juga diingat bahwa korban KBGO tidak terbatas pada perempuan saja. Anak-anak, remaja, bahkan laki-laki juga bisa menjadi korban kekerasan seksual di ranah digital. Oleh karena itu, pendekatan hukum dan perlindungan harus inklusif dan berpihak kepada siapa pun yang mengalami kekerasan.

Hari Keadilan Internasional: Momen Refleksi

Peringatan Hari Keadilan Internasional pada 17 Juli ini seharusnya menjadi momentum bagi negara untuk merefleksikan kembali komitmennya dalam melindungi hak asasi manusia, termasuk hak atas rasa aman di ruang digital. Keadilan bukan hanya tentang menjatuhkan hukuman kepada pelaku, tetapi juga tentang pemulihan korban dan pencegahan kekerasan di masa depan.

Perubahan yang dibutuhkan bukanlah tambal sulam, melainkan sistemik. Dibutuhkan pelatihan bagi aparat hukum, revisi regulasi yang lebih berpihak pada korban, peningkatan literasi digital masyarakat, dan ruang aman yang terus diperluas, baik daring maupun luring.

Tanpa upaya serius dari negara, korban KBGO akan terus berada dalam ketidakpastian. Mereka tidak hanya menanggung luka, tetapi juga berjuang sendirian untuk mendapatkan keadilan yang seharusnya menjadi hak setiap warga negara.

Baca Juga: Komnas Perempuan Dorong Peran Media dalam Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender

(*)

Sumber: Wawancara
Penulis:
Editor: Arintha Widya