Upaya ini juga mencakup langkah-langkah pencegahan agar kekerasan tidak kembali terulang.
Komisioner Komnas Perempuan, Yuni Asriyanti, menegaskan bahwa “negara memiliki tanggung jawab untuk memenuhi hak-hak perempuan korban, terutama dalam menjamin kebenaran, keadilan, reparasi, dan jaminan ketidakberulangan sebagai satu kesatuan pemulihan yang berkeadilan.”
Meski pemerintah telah mengadopsi Resolusi Dewan Keamanan PBB 1325 melalui Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (P3KS), Komnas Perempuan menilai pelaksanaannya masih belum optimal. Pelibatan perempuan penyintas dalam pengambilan keputusan juga belum menjadi prioritas.
Rencana Aksi Nasional Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (RAN P3AKS), yang mencakup pencegahan, penanganan, pemberdayaan, dan partisipasi, perlu dijalankan secara lebih konkret, baik di tingkat nasional maupun daerah, serta didukung oleh berbagai pihak termasuk masyarakat sipil.
Komnas Perempuan mencatat bahwa hingga kini banyak korban kekerasan seksual dalam konflik masih menanggung trauma yang dalam. Hak-hak mereka belum sepenuhnya dipenuhi.
Oleh sebab itu, negara perlu segera menjalankan tanggung jawabnya dalam kerangka keadilan transisional—yang mencakup pengungkapan kebenaran, pemulihan, dan jaminan ketidakberulangan—demi mengembalikan martabat korban dan menciptakan keadilan yang sejati.
Baca Juga: Hari Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Konflik, Langkah Memutus Siklus Kekejaman
(*)