Curhat Stephen Graham Ungkap Fakta di Balik Pembuatan Series Adolescence

Arintha Widya - Sabtu, 14 Juni 2025
Curhat Stephen Graham Ungkap Fakta di Balik Pembuatan Series Adolescence
Curhat Stephen Graham Ungkap Fakta di Balik Pembuatan Series Adolescence Potongan adegan di serial Adolescence Netflix

Parapuan.co - Kawan Puan, beberapa waktu lalu serial Adolescence Netflix yang mengangkat kisah kelam anak remaja mencuri perhatian publik hampir di seluruh dunia. Serial Adolescence mengejutkan banyak penonton dan kritikus dengan tema gelap dan cara penyajiannya yang tidak biasa, yaitu empat episode, masing-masing diambil dalam satu kali pengambilan gambar.

Namun, di balik kesuraman cerita, sang kreator sekaligus pemeran utama, Stephen Graham, justru mengungkap fakta menarik di balik proses kreatif yang penuh kehangatan, kejujuran, dan cinta keluarga.

Stephen Graham memerankan Eddie, seorang ayah kelas pekerja di Inggris yang hidupnya berubah drastis ketika putranya yang berusia 14 tahun dituduh membunuh teman sekelasnya. Namun menurut Graham, kekuatan emosional serial ini justru bersumber dari pengalaman pribadinya sebagai ayah.

"Saya bilang ke anak-anak saya setiap hari betapa saya mencintai mereka — setiap hari," ujar Graham dalam wawancaranya bersama Variety yang dikutip PARAPUAN, Jumat (13/6/2025), mengenang momen saat ia mencium putranya yang kala itu berusia 14 tahun di depan teman sang anak.

"Temannya sampai terharu dan bilang, ‘Ayah saya nggak pernah begitu. Nggak pernah memeluk saya, atau bilang kalau dia mencintai saya.’ Saya pikir, ‘Wow.’ Dan itulah yang saya bawa ke dalam karakter Eddie," paparnya lagi.

Ironisnya, dalam serial, Eddie justru digambarkan sebagai ayah yang tidak pernah menyentuh atau memeluk putranya—sebuah keputusan yang disengaja oleh tim produksi. Momen pertama Eddie menyentuh anaknya terjadi dalam situasi tragis, yaitu setelah sang anak menjalani pemeriksaan telanjang di kantor polisi.

"Saat itu saya hanya menatap tirai tempat Jamie berada, dan mendengarkan apa yang dia katakan… tapi yang saya bayangkan adalah Alfie, anak saya sendiri," ungkap Graham dengan suara tercekat. "Dia ada di lokasi syuting hari itu. Kehadirannya memberi saya kekuatan untuk melewati adegan itu."

Tak hanya Alfie, keluarga Graham juga turut memberikan sentuhan personal pada adegan terakhir serial ini, ketika Eddie akhirnya masuk ke kamar Jamie (diperankan Owen Cooper) setelah sekian lama. Tanpa sepengetahuannya, sutradara Philip Barantini dan istri Graham menggantungkan foto-foto keluarganya di kamar tersebut, lengkap dengan catatan dari anak-anaknya seperti "Kami bangga padamu, Ayah".

"Saat pintu dibuka dan kamera mulai bergerak, saya melihat ke lemari. Ada foto anak-anak saya dan tulisan mereka," kenangnya. "Saat itu saya berkata ke diri sendiri, ‘Jangan nangis. Eddie nggak boleh nangis.’ Tapi… air mata itu tetap keluar."

Baca Juga: Berkaca dari Adolescence, Mengapa Toxic Masculinity Mengancam Kehidupan Sosial Remaja?

Meski ceritanya berat, suasana di balik layar justru sangat hangat dan menyenangkan. Anak-anak pemeran muda dibuat nyaman dengan tenda khusus untuk bermain kartu dan sepak bola. Menurut Stephen Graham, hal itu memperkuat kedekatan emosional di antara tim, yang juga tercermin dalam hasil akhirnya.

Serial ini dirancang sebagai sebuah cerita kecil dari Inggris, namun justru mendobrak batas negara dan budaya. Adolescence menjadi tayangan nomor satu di 93 negara, termasuk Brasil dan Arab Saudi.

"Kami tidak menyangka bisa sampai sejauh itu," ujar Graham. "Tapi mungkin karena kami membuatnya dengan kejujuran, integritas, rasa hormat, dan cinta. Dan itu yang membuatnya melampaui batas."

Meski demikian, serial ini tak luput dari salah paham. Beberapa penonton menuduh bahwa cerita Adolescence mengandung unsur rasial karena kemiripannya dengan kasus nyata. Stephen Graham menegaskan bahwa tuduhan tersebut keliru.

"Beberapa orang mencoba menjadikan cerita ini soal ras. Padahal sama sekali bukan. Ini tentang keluarga biasa yang mengalami tragedi luar biasa," katanya. "Cerita ini bisa saja terjadi pada tetangga Anda, keponakan saudara Anda, atau bahkan anak Anda sendiri."

Saat ditanya tentang kemungkinan musim kedua, Graham mengaku terbuka. Namun jika berlanjut, ia ingin mengeksplorasi cerita dari sudut pandang keluarga lain — bukan keluarga korban, tapi keluarga dengan dinamika berbeda.

"Kalau ini serial biasa, tentu saja kami akan memperlihatkan sisi keluarga Katie, si korban," ujarnya. "Tapi saya ingin menggoyang kotak itu. Saya tidak mau Jamie datang dari rumah dengan ayah yang kasar atau ibu pemabuk seperti di drama-drama konvensional. Saya ingin menunjukkan sisi lain yang jarang terlihat."

Dengan lebih dari 100 juta penonton dan sambutan yang luar biasa, Adolescence bukan hanya drama kriminal biasa. Di tangan Stephen Graham, ini adalah potret emosional tentang menjadi orang tua, kehilangan, dan bagaimana cinta bisa menyelinap bahkan dalam duka terdalam.

Kawan Puan sudah menonton belum, nih?

Baca Juga: Krisis Maskulinitas dan Bahaya Internet: Alasan Guru dan Orang Tua Perlu Nonton Adolescence

(*)

Sumber: Variety
Penulis:
Editor: Arintha Widya