Perilaku Remaja di Luar Kendali? Ini Solusi Efektif untuk Orang Tua

Tim Parapuan - Selasa, 3 Juni 2025
Ilustrasi remaja dengan perilaku menyimpang
Ilustrasi remaja dengan perilaku menyimpang Freepik

Parapuan.co - Remaja adalah fase kehidupan yang penuh gejolak, baik bagi anak itu sendiri maupun orang tua yang mendampinginya. Tidak sedikit orang tua, terutama para ibu, merasa kebingungan saat anak remajanya mulai menunjukkan perilaku menyimpang, misalnya membangkang, menolak sekolah, hingga melanggar aturan rumah.

Menurut psikiater anak dan remaja dari RSCM FKUI, Prof. Tjin Wiguna, SpKJ(K), yang melansir dari Kompas.com, penting bagi orang tua untuk tidak langsung panik atau mengambil tindakan yang emosional. Sebaliknya, pendekatan yang efektif dan empatik justru jauh lebih diperlukan agar anak remaja bisa dibimbing kembali ke arah yang sehat.

Perilaku menyimpang pada remaja adalah kondisi ketika anak melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di keluarga maupun masyarakat. Ini bisa berupa perilaku menentang, membolos, kecanduan gawai, hingga tindakan ekstrem seperti kekerasan atau penyalahgunaan zat.

Menurut Prof. Tjin Wiguna, perilaku semacam ini tidak boleh dianggap sepele, namun juga tidak tepat jika langsung dihukum tanpa pemahaman lebih dalam. Ia menekankan bahwa di balik perilaku menyimpang itu, sering kali ada masalah psikologis atau emosional yang belum terselesaikan. Misalnya, anak mungkin mengalami tekanan akademik, perundungan di sekolah, masalah pertemanan, atau konflik dalam keluarga.

Dalam praktiknya, banyak orang tua yang merespons perilaku menyimpang anak dengan emosi. Reaksi seperti memarahi, menyalahkan, atau bahkan membandingkan anak dengan orang lain justru bisa membuat hubungan makin renggang.

Prof. Tjin menekankan bahwa ketika anak melakukan hal yang dianggap menyimpang, hal pertama yang perlu dilakukan orang tua adalah tetap tenang. Kemudian, bangun komunikasi terbuka untuk mencari tahu latar belakang atau penyebabnya.

Merangkum dari Kompas.com, agar orang tua bisa lebih siap menghadapi situasi ini, berikut beberapa langkah yang direkomendasikan dan dapat diterapkan secara nyata:

1. Dengarkan Anak Tanpa Menghakimi

Salah satu kesalahan paling umum dalam merespons remaja adalah terlalu cepat bereaksi atau langsung menilai. Padahal, remaja cenderung sensitif terhadap nada bicara dan ekspresi wajah.  

Baca Juga: Kenakalan Remaja dan Kiat Mengatasinya, Menimbang Wacana Barak Militer ala Gubernur Jabar

Saat mereka mencoba mengutarakan isi hati, mereka membutuhkan ruang yang aman dan tidak diwarnai penilaian. Mendengarkan tanpa menyela atau menyalahkan memberi sinyal bahwa orang tua benar-benar peduli. Duduk bersama, hadapkan tubuh ke arah anak, dan berikan perhatian penuh.

Biarkan mereka menyampaikan semua yang ingin mereka katakan, bahkan jika terdengar menyakitkan atau mengejutkan. Respon yang tenang akan membantu anak merasa dihargai.

2. Validasi Emosi Anak

Remaja sering kali mengalami emosi yang bergejolak, tetapi tidak selalu tahu cara mengungkapkannya. Ketika mereka berbagi perasaan marah, sedih, atau cemas, orang tua sebaiknya tidak langsung meluruskan atau menasihati.

Sebaliknya, penting untuk menunjukkan bahwa perasaan anak dapat dimengerti dan diterima. Contoh validasi emosi adalah dengan mengakui bahwa apa yang dirasakan anak itu nyata, bahkan jika orang tua tidak setuju dengan perilakunya.

Hal tesebut dapat memberi pesan bahwa emosi anak itu sah dan layak untuk dihormati. Anak yang emosinya divalidasi akan lebih mudah terbuka dan merasa tidak sendirian.

3. Bangun Koneksi Emosional, Bukan Sekadar Koreksi

Pendekatan korektif tanpa kedekatan emosional jarang berhasil pada remaja. Mereka cenderung memberontak jika merasa hubungan dengan orang tua hanya berdasarkan aturan dan hukuman.

Baca Juga: Tak Hanya Cerdas Akal, Psikolog Ungkap Alasan Anak Harus Cerdas Sosial

Oleh karena itu, penting untuk menciptakan hubungan emosional yang kuat terlebih dahulu. Ini bisa dilakukan melalui aktivitas ringan bersama seperti makan malam bersama, olahraga ringan, atau menonton acara favorit.

Aktivitas sederhana ini menciptakan momen di mana anak merasa dihargai tanpa harus dinilai. Ketika hubungan emosional terjalin kuat, proses koreksi perilaku akan terasa lebih mudah dan diterima oleh anak.

4. Jangan Menyerahkan Segalanya ke Sekolah atau Guru

Sekolah memang berperan besar dalam perkembangan sosial dan akademik anak, tetapi bukan berarti seluruh tanggung jawab pengasuhan bisa dialihkan ke sana. Rumah tetap merupakan fondasi utama tempat anak belajar nilai-nilai dasar kehidupan.

Orang tua perlu aktif memantau keseharian anak, mengenal teman-temannya, dan menjalin komunikasi rutin dengan guru atau wali kelas. Dengan demikian, bila muncul perubahan perilaku di sekolah, orang tua bisa segera memahami konteksnya dan mengambil tindakan lebih cepat. Kolaborasi antara rumah dan sekolah adalah kunci sukses dalam menangani masalah remaja.

5. Konsisten Memberi Aturan, Tapi Fleksibel dalam Pendekatan

Remaja tetap memerlukan struktur dan batasan, namun pendekatannya perlu disesuaikan dengan perkembangan mereka. Hindari gaya otoriter yang hanya mengandalkan perintah dan larangan. Sebaliknya, ajak anak berdiskusi mengenai alasan di balik aturan yang ditetapkan.

Dengan melibatkan anak dalam penyusunan aturan, mereka akan merasa memiliki tanggung jawab untuk mematuhinya. Pendekatan dialogis juga mengajarkan anak cara berpikir kritis dan berempati, bukan sekadar patuh karena takut. Konsistensi dalam aturan tetap penting, tetapi fleksibilitas dalam metode penyampaiannya akan meningkatkan efektivitas pengasuhan.

6. Jangan Ragu Mencari Bantuan Profesional

Baca Juga: Pentingnya Mengajarkan Anak Menerima Kata 'Tidak', Termasuk dalam Gentle Parenting

Jika orang tua merasa kewalahan atau melihat tanda-tanda gangguan emosional serius pada anak, seperti menarik diri secara ekstrem, kehilangan minat pada hal-hal yang disukai, atau menunjukkan perilaku agresif, maka sudah saatnya meminta bantuan profesional.

Konsultasi dengan psikolog atau psikiater bukan tanda kegagalan sebagai orang tua, melainkan bentuk kepedulian dan tanggung jawab. Bantuan profesional dapat membantu mengidentifikasi akar masalah yang mungkin tersembunyi dan memberikan strategi intervensi yang tepat. 

Kunci keberhasilan pengasuhan remaja yang menunjukkan perilaku menyimpang bukan pada kekerasan atau tekanan, melainkan pada hubungan yang hangat, penuh empati, dan komunikasi yang jujur.

Dengan memahami latar belakang perilaku anak, menjaga koneksi emosional, dan tidak ragu mencari bantuan profesional bila dibutuhkan, ibu bisa menjadi sosok penting dalam memulihkan arah hidup anak.

Karena menjadi ibu bukan hanya soal mendidik anak menjadi baik, tetapi juga tentang tumbuh bersama mereka dalam perjalanan yang tidak selalu mudah, tapi selalu berarti.

Baca Juga: Fenomena Remaja Mudah Terpengaruh Konten Media Sosial, Kenapa?

(*)

Celine Night

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri