Parapuan.co - Kawan Puan, viralnya pemberitaan tentang grup FB yang mengeksploitasi anak balita secara seksual membuat kita sadar, bahwa kekerasan seksual bisa dilakukan oleh siapa saja termasuk orang terdekat. Dalam kasus grup FB yang viral, pelaku kekerasan seksual bisa saja merupakan ayah/orang tua sendiri.
Maka itu, mendidik anak tentang tubuhnya dan jenis sentuhan yang boleh serta tidak boleh diterima menjadi langkah penting dalam mencegah kekerasan seksual sejak dini.
Meskipun pembahasan ini terasa tidak nyaman bagi sebagian orang tua, fakta sebagaimana melansir University of Texas Medical Branch, menunjukkan bahwa 1 dari 3 anak perempuan dan 1 dari 5 anak laki-laki mengalami pelecehan seksual sebelum usia 18 tahun. Maka, pembekalan sejak dini adalah bentuk perlindungan terbaik.
Tak masalah berapa pun usia anak selama mereka sudah bisa berkomunikasi dua arah, ajarkan tentang sentuhan fisik yang boleh dan tidak boleh. Berikut tips mengajarkannya yang bisa Kawan Puan terapkan!
1. Ajarkan Nama Bagian Tubuh Secara Tepat
Anak perlu mengetahui nama-nama anatomi tubuh, termasuk area pribadi mereka. Sama seperti anak diajari menyebut “tangan” dan “kaki”, mereka juga perlu mengenal istilah yang benar untuk alat kelamin.
Sebut dengan jelas vagina, penis, dan lain-lain tanpa menggunakan istilah-istilah aneh atau yang menurutmu "aman" dan "sopan" untuk anak-anak. Dengan begitu, anak bisa mengkomunikasikan dengan jelas jika ada sesuatu yang tidak nyaman terjadi pada tubuhnya.
2. Kenalkan Konsep Privasi Tubuh
Setelah anak mengenal nama bagian tubuh, ajarkan bahwa ada bagian tubuh yang tidak boleh dilihat, disentuh, atau difoto oleh orang lain, yaitu bagian tubuh yang umumnya tertutup oleh pakaian renang (pakaian dalam). Ini dikenal sebagai aturan pakaian renang (swimsuit rule).
Baca Juga: Kurangi Komunikasi, Begini Menerapkan Toilet Training dengan Memahami Isyarat Tubuh Anak
Jelaskan pula bahwa ada pengecualian di mana orang lain boleh melihat dan menyentuh, seperti saat orang tua mengganti popok atau saat anak diperiksa oleh dokter dengan kehadiran orang tua.
3. Mulai Sejak Usia Dini
Jangan tunggu sampai anak besar. Gunakan momen sehari-hari seperti saat mandi, berpakaian, atau berenang untuk membicarakan tentang tubuh. Dengan cara ini, anak terbiasa berbicara terbuka dan tidak merasa tabu membahas tubuhnya.
4. Ciptakan Komunikasi Terbuka dan Aman
Anak perlu tahu bahwa mereka boleh dan aman untuk berbicara apapun kepada orang tua, termasuk jika ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman. Ingatlah, pelaku kekerasan seksual sering kali membujuk atau mengancam anak agar tidak menceritakan kejadian yang dialaminya.
Oleh karena itu, tegaskan pada anak bahwa tidak ada rahasia yang perlu disimpan dari orang tua, terutama jika menyangkut tubuhnya.
5. Jangan Hanya Bahas Bahaya dari Orang Asing
Sebagian besar orang tua menekankan soal “jangan bicara dengan orang asing”, padahal sekitar 90% kasus kekerasan seksual dilakukan oleh orang yang dikenal anak, seperti tetangga, guru, pelatih, atau bahkan anggota keluarga.
Maka, waspadailah kondisi saat anak berada sendirian bersama orang dewasa di ruangan tertutup, misalnya saat latihan atau melakukan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.
Baca Juga: Cegah Kejahatan Seksual pada Anak, 5 Bagian Tubuh Ini Tak Boleh Disentuh Orang Asing
6. Ajari Anak Menolak dan Melindungi Diri
Bekali anak dengan keberanian untuk berkata “tidak” jika ada orang yang menyentuh mereka dengan cara yang tidak pantas. Ajari pula untuk berteriak, lari, dan mencari orang dewasa yang dipercaya.
Jika berada di luar rumah, anak harus tahu bahwa mereka boleh menelepon orang tuanya kapan saja jika merasa tidak aman.
7. Tentukan Siapa Saja yang Bisa Dihubungi Saat Anak Tak Nyaman
Tentukan bersama anak siapa saja yang bisa dijadikan tempat mengadu jika mereka merasa tidak nyaman atau mengalami sentuhan tidak pantas. Daftar ini bisa mencakup orang tua, guru, dokter, atau petugas keamanan.
Latih anak untuk menjadikan respons ini sebagai kebiasaan, sama seperti tahu harus menelepon 911 atau 119 saat darurat.
Mengajarkan anak tentang batasan tubuh dan sentuhan yang aman adalah bagian dari pendidikan seks yang sehat dan perlindungan diri.
Tidak perlu menunggu sampai anak remaja. Justru, semakin dini anak memahami hak atas tubuhnya, semakin kuat ia menghadapi situasi yang rawan.
Sebagai orang tua, kita tidak bisa selalu mengontrol lingkungan anak, tapi kita bisa membekali mereka dengan pengetahuan dan keberanian untuk menjaga dirinya sendiri.
Komunikasi yang jujur, terbuka, dan penuh kasih adalah kunci utama dalam melindungi mereka dari kekerasan seksual.
Baca Juga: Ramai Grup FB 'Fantasi Sedarah', PR Baru Tangani Komunitas Melenceng di Media Sosial
(*)