Mengenang Marsinah, Legasi Perempuan Berdaya dalam Menuntut Keadilan yang Tak Kunjung Usai

Arintha Widya - Kamis, 8 Mei 2025
Mengenang 32 tahun kematian Marsinah. Siapa dia?
Mengenang 32 tahun kematian Marsinah. Siapa dia? Wikipedia

Parapuan.co - Kawan Puan, hari ini tanggal 8 Mei 2025 barangkali sama seperti hari-hari biasanya. Namun, 32 tahun silam di tanggal yang sama, Indonesia kehilangan salah satu sosok perempuan paling berani dalam sejarah pergerakan buruh, Marsinah, yang meninggal pada 8 Mei 1993.

Tiga puluh dua tahun berlalu, namun gaung perjuangannya masih menginspirasi banyak perempuan yang memilih berdiri, bersuara, dan menuntut keadilan. Marsinah bukan hanya aktivis buruh. Ia adalah gambaran nyata perempuan berdaya yang menolak tunduk pada ketidakadilan, meski harus mempertaruhkan nyawa.

Siapa sebenarnya sosok Marsinah dan mengapa kematiannya meninggalkan warisan atau legasi yang sangat berarti bagi perempuan masa kini? Simak sejarahnya sebagaimana melansir Kompas.com di bawah ini!

Perempuan Bersuara di Tengah Represi

Dahulu di masa Orde Baru yang dikenal mengekang kebebasan berpendapat, Marsinah berdiri sebagai pengecualian. Sebagai pekerja di PT Catur Putra Surya (CPS), Porong, Sidoarjo, ia vokal dalam memperjuangkan hak buruh dan aktif di Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).

Ketika pemerintah mengimbau kenaikan upah 20 persen pada awal 1993, Marsinah tak gentar ketika perusahaan mengabaikannya. Ia memilih terlibat dalam mogok kerja, memimpin perundingan, bahkan mendatangi Kodim Sidoarjo untuk mencari rekan-rekannya yang ditangkap.

Keberanian Marsinah adalah cerminan perempuan yang menolak dibungkam. Ia tahu risikonya, namun tetap maju. Sikap inilah yang menjadikannya simbol perempuan yang tidak hanya sadar akan hak-haknya, tetapi juga bersedia memperjuangkannya untuk orang banyak.

Ketika Suara Dibungkam dengan Kekerasan

Tragisnya, keberanian Marsinah harus dibayar mahal. Ia menghilang pada malam hari di tanggal 5 Mei 1993 dan ditemukan tewas empat hari kemudian dalam kondisi mengenaskan. Otopsi menunjukkan ia telah disiksa, diperkosa, dan dibunuh. Kekerasan ekstrem yang dialaminya menunjukkan betapa kejamnya upaya membungkam perempuan yang berani menuntut keadilan di masa itu.

Baca Juga: PT Sritex PHK Ribuan Buruh, Ini Dampaknya untuk Pekerja Perempuan

Namun, alih-alih meredam perlawanan, kematiannya justru memicu solidaritas publik. Komite Solidaritas untuk Marsinah (KSUM) dibentuk, suara penuntutan keadilan menggema, baik di tingkat nasional maupun internasional. Meski proses hukum penuh sandiwara, dengan delapan petinggi PT CPS disiksa agar mengaku, lalu akhirnya dibebaskan, semangat perlawanan tak pernah benar-benar padam.

Marsinah sebagai Simbol Perempuan Berdaya

Marsinah tak hanya memperjuangkan hak ekonomi buruh, tetapi juga memperjuangkan posisi perempuan dalam ruang publik yang selama ini dimarjinalkan. Ia membuktikan bahwa perempuan bisa menjadi penggerak perubahan, pemimpin, dan pemegang kendali atas nasib sendiri.

Warisan Marsinah adalah semangat pemberdayaan perempuan yang berlapis. Ia memperjuangkan:

  • Hak ekonomi: Memastikan buruh perempuan mendapat upah layak dan kondisi kerja manusiawi.
  • Hak politik: Memperlihatkan perempuan mampu memimpin pergerakan dan membangun solidaritas lintas gender.
  • Hak atas tubuh: Kematian Marsinah membuka kesadaran publik akan kekerasan berbasis gender yang digunakan untuk membungkam perempuan yang berdaya.

Menghidupkan Semangat Marsinah Hari Ini

Hingga kini, pelaku pembunuhan Marsinah belum pernah diadili secara adil. Tetapi perjuangannya tetap hidup — namanya diabadikan dalam penghargaan Yap Thiam Hien, cerita hidupnya diangkat dalam karya sastra dan seni, dan setiap 8 Mei diperingati sebagai momen refleksi gerakan buruh dan perempuan.

Mengenang Marsinah bukan hanya mengenang seorang korban. Ini adalah pengingat bahwa perjuangan perempuan untuk keadilan, kesetaraan, dan kebebasan masih berlangsung. Marsinah adalah suara perempuan Indonesia yang berani berpendapat dan memilih bergerak.

Dalam era yang lebih terbuka seperti sekarang, perempuan bisa melanjutkan warisan Marsinah dengan:

  • Tidak takut bersuara di ruang kerja, komunitas, dan ruang publik.
  • Memperkuat solidaritas perempuan dalam memperjuangkan hak-hak pekerja dan hak hidup yang setara.
  • Terus menuntut transparansi dan keadilan dalam kasus kekerasan terhadap perempuan.

Marsinah adalah bukti bahwa suara perempuan tak akan pernah hilang — selama ada yang meneruskannya. Mari kita mengenang Marsinah dengan meneruskan apa yang pernah diperjuangkannya!

Baca Juga: Memaknai Istilah Buruh dan Pekerja di Mayday 1 Mei, Mana yang Mewakili?

(*)

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Arintha Widya