Aborsi Aman untuk Korban Perkosaan, Legal di UU, Miskin Implementasi

Rizka Rachmania - Rabu, 30 November 2022
Menurut Undang-Undang Kesehatan, aborsi untuk perempuan korban perkosaan adalah legal, namun fakta di lapangan sangat minim realisasi.
Menurut Undang-Undang Kesehatan, aborsi untuk perempuan korban perkosaan adalah legal, namun fakta di lapangan sangat minim realisasi. Ponomariova_Maria

Parapuan.co - Neli (bukan nama sebenarnya) adalah perempuan korban kekerasan seksual yang harus merasakan dinginnya penjara karena didakwa atas kasus pembuangan janin.

Ia dijatuhi hukuman bui selama 6 tahun dalam vonis hakim karena terbukti membuang janin, berdasarkan pengakuan dirinya sendiri yang diperkuat dengan visum, barang bukti, dan keterangan rekan-rekan kerjanya.

“Nama saya (Neli). Kasus saya aborsi bayi,” ucapnya kepada pendampingnya kala itu, Permina Sianturi atau yang akrab disapa Butet dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), Jakarta, seperti dalam buku “Ini Tanganku, Ini Sayapku… Beberapa Kisah Pendampingan Korban Kekerasan di YLBH APIK Jakarta”.

Neli bukanlah pelaku pembuangan bayi, ia adalah korban dari gagalnya negara dalam menyediakan layanan yang dibutuhkan oleh perempuan korban kekerasan seksual, terutama yang mengalami kehamilan tidak diinginkan.

Ia adalah perempuan korban kekerasan seksual yang mengalami kehamilan tidak diinginkan namun tidak bisa mengakses layanan aborsi aman.

Neli adalah perempuan yang terpaksa harus bekerja di panti pijat plus plus demi menghidupi suaminya yang pengangguran, buah hatinya yang masih kecil, dan orang tuanya. Kondisi ekonomi membuat Neli harus melakukan pekerjaan tersebut, bahkan melayani nafsu birahi pelanggannya.

Hingga suatu ketika, Neli hamil karena selalu ada pelanggan yang tidak mau memakai kondom saat berhubungan seksual. Padahal, panti pijat tempatnya bekerja tidak memperbolehkan siapapun hamil.

Tak ingin dikeluarkan dari panti pijat tempatnya bekerja karena ada banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada Neli, perempuan itu memilih untuk menggugurkan kandungannya. Ia tidak ingin ada lagi satu orang yang harus ia hidupi dan biayai karena sejauh ini ia sudah cukup kesulitan menghasilkan uang untuk suami, anak, dan orang tuanya.

Namun karena belum adanya layanan aborsi aman di Indonesia untuk perempuan korban kekerasan seksual, Neli terpaksa membeli obat penggugur kandungan Cytotec dan membuang janin yang ia gugurkan.

Baca Juga: Menengok Hukum Aborsi di Indonesia, Sudahkah Menyejahterakan Perempuan?

Penulis:
Editor: Rizka Rachmania