Perkosaan Dihilangkan dalam Draft RUU TPKS April 2022, Ini Usulan LBH APIK Jakarta

Alessandra Langit - Sabtu, 9 April 2022
Pemaksaan hubungan seksual atau perkosaan dihilangkan dalam RUU TPKS Draft April 2022
Pemaksaan hubungan seksual atau perkosaan dihilangkan dalam RUU TPKS Draft April 2022 Photoboyko

Parapuan.co - Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) kini sedang dalam pembahasan di DPR. 

Diketahui RUU TPKS telah selesai dibahas oleh pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk pembicaraan tingkat I pada Rabu (6/4/2022).

RUU TPKS kemudian akan diteruskan pada pembicaraan tingkat II untuk disahkan pada Rapat Paripurna DPR RI.

Namun, ada kejanggalan yang ditemukan oleh masyarakat, terlebih lembaga hukum dan organisasi perempuan, terkait draft terbaru RUU TPKS.

Hal ini pun jadi sorotan dan dibahas lewat unggahan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta di Instagram.

Diketahui bahwa pada draft April 2022 dari RUU TPKS, pemaksaan hubungan seksual atau perkosaan yang tadinya tertulis pada draft RUU TPKS Agustus 2021 kini dihilangkan.

Hal itu menjadi ironi, pasalnya pemaksaan hubungan seksual atau perkosaan menjadi kasus kekerasan seksual yang banyak terjadi di masyarakat.

"Menurut Catatan Tahunan Komnas Perempuan, tercatat bahwa tindak perkosaan merupakan kasus terbanyak yang diadukan," tulis LBH APIK Jakarta.

"Pada tahun 2021, terdapat 597 kasus perkosaan dan kasus perkosaan dalam perkawinan menempati posisi kedua, yaitu sebanyak 591 kasus," jelasnya lebih lanjut.

Baca Juga: YLBH APIK Jakarta Susun 9 Bentuk Kekerasan Seksual Berbasis Online dalam RUU TPKS

Menurut LBH APIK, perkosaan sangat penting untuk dimasukkan sebagai salah satu Tindak Pidana Kekerasan Seksual untuk memperkuat norma hukum.

Selain itu, adanya perkosaan dalam daftar tindak pidana dapat menjadi acuan untuk kebijakan lainnya.

Dalam RKHUP sebelumnya, tidak ada definisi mutlak perkosaan yang cukup bisa dipahami oleh masyarakat maupun lembaga hukum.

"Di tengah seriusnya kasus perkosaan yang menimpa banyak perempuan, Panja RUU TPKS justru meniadakan tindak pemaksaan hubungan seksual/perkosaan dalam RUU TPKS," tulis LBH APIK.

"Padahal sangat penting untuk membuat pengaturan tentang perkosaan dalam RUU TPKS yang selama ini tidak diakomodir dalam undang-undang lain," katanya lebih lanjut.

Melihat kejanggalan ini, Jaringan Masyarakat Sipil dan Advokasi RUU TPKS mengusulkan aturan tertulis tindak pidana perkosaan yang seharusnya masuk ke dalam RUU TPKS.

Usulan tersebut menyebutkan bahwa perkosaan terjadi saat ada pemaksaan hubungan seksual dari setiap orang yang melakukan perbuatan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu daya, dan rangkaian kebohongan.

Definisi ini juga berlaku bagi orang-orang yang melakukan penyalahgunaan kekuasaan untuk pemaksaan hubungan seksual.

Baca Juga: Tindak Lanjut RUU TPKS, Menteri PPPA Gerak Cepat Susun Daftar Inventarisasi Masalah

Selain itu juga orang-orang yang menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan untuk melakukan hubungan seksual. 

Tindakan fisik yang menjadi definisi perkosaan yang tertulis adalah memasukkan alat kelaminnya, bagian tubuh lainnya, atau benda ke alat kelamin, anus, mulut, atau bagian tubuh orang lain.

Dengan adanya usulan ini, LBH APIK Jakarta dan lembaga serta organisasi terkait berharap definisi jelas dan komprehensif soal perkosaan dapat dicantumkan dalam RUU TPKS.

LBH APIK Jakarta juga mendorong masyarakat untuk ikut mengawal RUU TPKS hingga tuntas dan berpihak pada korban kekerasan seksual.

"Mari kita dukung dan kawal terus RUU TPKS sampai menjadi undang-undang yang berpihak kepada korban," tutupnya. 

Unggahan LBH APIK Jakarta soal draft RUU TPKS April 2022
Unggahan LBH APIK Jakarta soal draft RUU TPKS April 2022 Instagram/lbhapik.jakarta

Sementara itu, di sisi lain, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy) telah menyampaikan alasan pemerintah menghapus perkosaan dari RUU TPKS.

Menurut keterangan Eddy, ketentuan pidana terkait perkosaan dan pemaksaan aborsi sudah tertuang dalam KUHP maupun RKUHP.

Kedua aturan tersebut sudah terlebih dahulu disetujui di tingkat pertama pada 2019 lalu.

"Dengan demikian, bahwa ada keraguan tumpang tindih antara KUHP dan RUU TPKS itu akan terjawab," ujar Eddy, dikutip dari Kompas.com.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga, menegaskan bahwa pihaknya akan terus memperjuangan peraturan bagi tindak perkosaan.

"Ini pasti kita akan perjuangkan, pasti pemerintah akan perjuangkan," tegas Menteri Bintang. (*)

Baca Juga: Daftar Inventaris Masalah RUU TPKS Rampung, Pemerintah Kawal Proses ke DPR

(*)

Sumber: Kompas.com,Instagram
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri