Viral Kasus UNRI, Ini Bentuk Kekerasan Seksual Menurut Permendikbud No 30 Tahun 2021

Rizka Rachmania - Sabtu, 6 November 2021
Bentuk kekerasan seksual sesuai dengan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021.
Bentuk kekerasan seksual sesuai dengan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021. Anete Lusina / Pexels

Parapuan.co - Kawan Puan, belakangan ramai soal kasus kekerasan seksual yang dialami oleh seorang mahasiswi Universitas Riau (UNRI).

Mahasiswi itu mendapatkan perlakuan kekerasan seksual dari dosennya ketika ia sedang bimbingan skripsi.

Korban menyatakan bahwa pelaku memaksa untuk mencium pipi dan kening korban.

Dugaan tindakan tak terpuji tersebut terjadi pada 27 Oktober 2021 di Ruangan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau.

Korban pun sempat meminta bantuan kepada salah satu dosen di jurusannya untuk menindaklanjuti pelecahan yang dialaminya.

Baca Juga: Tanggapan Rektor UNRI Terkait Dugaan Kasus Pelecehan Seksual oleh Dosen HI

Namun, korban justru mendapatkan respons yang tidak berkenan. Dosen lainnya malah menertawakan dan mengancam korban.

Di samping itu, sang dosen pun sempat mengelak dan mengancam akan melaporkan balik mahasiswi tadi.

Nah Kawan Puan, perlu kamu tahu ya, bahwa saat ini kekerasan seksual yang terjadi di lingkup pendidikan, salah satunya kampus sudah diatur oleh Permendikbud.

Permendibud yang dimaksud adalah Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021.

Peraturan ini mengatur segala hal yang berhubungan dengan tindak kekerasan seksual di lingkup pendidikan.

Pasal 5 Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 pun menjelaskan secara lengkap apa itu kekerasan seksual, yakni mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, non-fisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Adapun bentuk kekerasan seksual yang dimaksud dalam Pasal 5 Ayat 1 Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 meliputi:

1. Menyampaikan ujaran yang  mendiskriminasi  atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban.

2. Memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban.

3. Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban.

4. Menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman.

Baca Juga: Hore! Kemendikbud Rancang Peraturan untuk Korban Kekerasan Seksual di Kampus

5. Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban.

6. Mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban.

7. Mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban.

8. Menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban.

9. Mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi.

10. Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban.

11. Memberi hukuman atau sanski yang bernuansa seksual.

12. Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban.

13. Membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban.

14. Memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual.

15. Mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual.

16. Melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi.

17. Melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin.

18. Memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi.

Baca Juga: Nadiem Makarim Terbitkan Aturan untuk Berantas Kekerasan Seksual di Kampus

 

19. Memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil.

20. Membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja, dan/atau melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.

Di samping itu, Pasal 5 Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 ini menjelaskan secara rinci maksud dari "persetujuan Korban" sebagaimana disebutkan dalam bentuk kekerasan seksual tadi.

Persetujuan Korban menjadi tidak sah apabila Korban:

1. Memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya.

3. Mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba.

4. Mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur.

5. Memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan.

6. Mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility)

7. Mengalami kondisi terguncang.

Baca Juga: 5 Cara Melaporkan Kekerasan pada Perempuan yang Terjadi di Tempat Kerja

(*)

Penulis:
Editor: Rizka Rachmania