Mutilasi di Mojokerto, Bukti Kurangnya Perlindungan Perempuan dalam Relasi Intim

By Saras Bening Sumunar, Rabu, 10 September 2025

Mutilasi di Mojokerto.

Parapuan.co - Alvi Maulana ditangkap Polres Mojokerto setelah membunuh dan memutilasi kekasihnya berinisial TAS. Peristiwa tragis ini terjadi di kamar mandi indekos kawasan Lidah Wetan, Surabaya, pada Minggu (31/8/2025) sekitar pukul 02.00 WIB.

Setelah menghabisi nyawa kekasihnya, Alvi dengan tega memutilasi tubuh korban hingga ratusan potong. Lebih parahnya, Alvi dengan kejam membuang potongan tubuh korban ke daerah Pacet, Mojokerto.

Adapun motif pembunuhan tersebut dilatarbelakangi karena asmara dan tuntutan ekonomi.

Dalam melancarkan aksinya, Alvi menggunakan berbagai alat, terutama saat mutilasi. Ia kemudian memasukkan tubuh korban ke dalam tas merah dan kantong plastik yang kemudian dibuang dengan dilemparkan satu persatu.

"Cara pelaku membuang ialah sambil berjalan membawa tas, kemudian dilempar dan dicecer di pinggir jalan," ujar KBP Ibrahim Kustarto, Kapolres Mojokerto dikutip dari Kompas.

Potongan tubuh ini awalnya ditemukan oleh warga berinisial S yang sedang mencari rumput pada Sabtu (6/9/2025) pukul 10.40 WIB. S awalnya menemukan bagian kaki korban.

Tak tinggal diam, S kemudian melapor Polsek Pacet dan kasus tersebut dilimpahkan ke Polres Mojokerto. AKBP Ibrahim Kustarto, mengatakan bahwa proses pencarian potongan tubuh korban dibantu dengan anjing pelacak.

Di sisi lain, pihak kepolisian juga menemukan bahwa Alvi masih menyimpan beberapa potongan tubuh korban di dalam kosnya. Akibat perbuatan kejinya, pelaku dijerat dengan pasal pembunuhan dan pembunuhan berencana.

Pasal 338 dan 340 KUHP dengan ancama hukuman seumur hidup atau pidana mati.

Baca Juga: Ketika Perempuan Beraksi, Bersuara

Kurangnya Perlindungan Perempuan dalam Relasi Intim

Menurut penulis, kasus pembunuhan dan mutilasi yang terjadi pada TAS bukan sekedar kriminalitas biasa. Ini merupakan cerminan nyata dari kegagalan sistem perlindungan terhadap perempuan yang kerap terjebak dalam relasi intim penuh kekerasan.

Banyak perempuan masih sulit menemukan ruang aman, baik secara hukum, sosial, maupun psikologis, ketika mereka berada dalam hubungan yang berpotensi berbahaya.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi kita semua bahwa masalah kekerasan terhadap perempuan bukan hanya persoalan individu, melainkan problem struktural yang menuntut perhatian serius.

Di balik kisah kelam ini, penulis menyoroti bagaimana perempuan sering kali menjadi korban dalam relasi asmara yang tampak normal dari luar, tetapi menyimpan potensi bahaya di dalamnya.

Banyak perempuan terjebak dalam lingkaran kekerasan baik secara fisik, psikologis, seksual, maupun ekonomi. Fakta bahwa Alvi Maulana bisa melakukan mutilasi terhadap kekasihnya mengungkapkan betapa seriusnya risiko yang dihadapi perempuan ketika berada dalam hubungan tidak sehat.

Dalam kasus seperti ini, sering kali tanda-tanda bahaya sudah muncul sejak awal, tetapi kurangnya literasi tentang relasi sehat dan minimnya dukungan dari lingkungan sekitar membuat korban sulit keluar dari situasi berbahaya.

Bagi penulis, kasus ini seharusnya menjadi wake up call bahwa kita tidak bisa lagi memandang kekerasan terhadap perempuan sebagai masalah individu semata. Apalagi jika kekerasan tersebut membuat perempuan harus kehilangnya nyawanya.

Baca Juga: Jangan Apatis! Pentingnya Peran Anak Muda di Tengah Situasi Politik yang Memanas

(*)