Mengapa Suara Perempuan Penting dalam Narasi Demonstrasi di Indonesia?

Arintha Widya - Kamis, 4 September 2025
Mengapa Suara Perempuan Penting dalam Narasi Demonstrasi di Indonesia?
Mengapa Suara Perempuan Penting dalam Narasi Demonstrasi di Indonesia? KOMPAS.com/Ridho Danu Prasetyo

Parapuan.co - Beberapa hari terakhir, Indonesia kembali diramaikan oleh aksi demonstrasi di berbagai daerah. Isu penolakan kebijakan, tuntutan keadilan, hingga desakan reformasi bergulir di Jakarta, Bandung, Solo, dan sebagainya. Namun, di tengah hiruk pikuk suara massa, ada satu hal yang sering terlupakan: suara perempuan.

Sejarah mencatat, perempuan kerap menjadi kelompok yang paling terdampak dalam situasi konflik sosial. Temuan lembaga hak asasi manusia menunjukkan bahwa perempuan dan anak perempuan menghadapi risiko khusus dalam demonstrasi: mulai dari penahanan tanpa prosedur, pelecehan seksual di ruang aksi maupun digital, hingga ujaran kebencian bernuansa seksis.

Fakta yang dirangkum dari News Media Alliance ini menunjukkan betapa pentingnya kehadiran suara perempuan — bukan hanya sebagai korban, melainkan juga sebagai pihak yang harus didengar.

Perempuan dan Media: Suara yang Masih Tertinggal

Sayangnya, ruang media yang seharusnya menjadi corong suara rakyat masih jauh dari kesetaraan. Di tingkat global, data American Society of News Editors menunjukkan perempuan hanya mengisi 39 persen newsroom, dengan jumlah yang lebih sedikit lagi di posisi kepemimpinan. Kondisi ini membuat perspektif perempuan sering terpinggirkan dalam liputan, termasuk dalam isu-isu demo dan hak asasi.

Kita mungkin mengenal nama besar jurnalis perempuan internasional seperti Christiane Amanpour atau Margaret Sullivan, tetapi berapa banyak dari kita yang bisa menyebutkan nama jurnalis perempuan lokal yang meliput aksi demo di Indonesia belakangan ini? Minimnya representasi ini berimbas langsung pada cara cerita disusun dan siapa yang mendapatkan sorotan.

Mengapa Suara Perempuan Penting?

Perempuan adalah setengah dari populasi Indonesia. Ketika suara mereka diabaikan, maka cerita yang sampai ke publik menjadi timpang. Lebih jauh lagi, hal ini memengaruhi generasi muda. Jika anak perempuan tidak melihat sosok yang merepresentasikan mereka di media maupun di ruang publik, maka mereka akan sulit membayangkan diri mereka sebagai jurnalis, aktivis, atau pemimpin di masa depan.

Dalam konteks aksi demonstrasi, suara perempuan bukan hanya soal representasi, tetapi juga soal perlindungan dan keadilan. Laporan Komnas Perempuan menegaskan adanya pelecehan seksual, ujaran kebencian seksis, hingga hoaks berbasis gender yang menyasar perempuan saat aksi berlangsung. Narasi semacam ini perlu dilawan dengan memberi ruang lebih luas bagi perempuan untuk bersuara, baik di media maupun di jalanan.

Baca Juga: Ada Mahasiswi hingga Ibu-Ibu, Mengapa Suara Perempuan Penting dalam Aksi Sosial?

Penulis:
Editor: Arintha Widya