Komnas Perempuan: Hentikan Kekerasan Aparat, Hadirkan Akuntabilitas Negara

Arintha Widya - Senin, 1 September 2025
Pernyataan sikap Komnas Perempuan terkait demo.
Pernyataan sikap Komnas Perempuan terkait demo. Kompas.com

Parapuan.co - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengecam keras tindakan represif aparat kepolisian terhadap massa aksi demonstrasi 25 dan 28 Agustus 2025. Tindakan berupa pemukulan, pengeroyokan, hingga dugaan penggunaan gas air mata kedaluwarsa tidak hanya melukai warga, tetapi juga mengikis kepercayaan publik pada negara.

Bahkan, penggunaan kendaraan taktis yang melanggar prosedur tetap telah menewaskan Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online. Sehubungan dengan hal tersebut, Komnas Perempuan menyampaikan duka cita yang mendalam kepada keluarga korban.

Padahal, penyampaian aspirasi masyarakat yang dilakukan melalui aksi unjuk rasa dijamin oleh Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar RI 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat serta Pasal 19 Konvenan Hak-Hak Sipil Politik yang disahkan melalui UU No. 12 tahun 2005, dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Tindakan kekerasan tersebut jelas bertentangan dengan jaminan hak konstitusional yaitu bebas atas kekerasan, dan penyiksaan dinyatakan pada pasal 28I ayat (1) UUD NRI 1945 serta bertentangan dengan Peraturan Kapolri Perkapolri No. 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.

Komnas Perempuan juga telah berkoordinasi dengan Tim Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) yang terdiri dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Ombudsman RI dan Komisi Nasional Disabilitas (KND) dalam merespons tindakan kekerasan aparat tersebut.

Merujuk pada data Komnas HAM, terjadi penangkapan 351 orang (Aksi 25/7) dan sekitar 600 orang (Aksi 28/8), serta penangkapan pengunjuk rasa di sejumlah daerah. Komnas Perempuan mencermati tindakan kekerasan aparat yang menyasar pada warga yang beraktivitas di sekitar area unjuk rasa, salah satu yang terekam oleh media adalah seorang perempuan mengalami cedera dan rusak alat kerjanya akibat sasaran gas air mata.

Kekerasan aparat terhadap aksi unjuk rasa tidak sekadar melukai warga, tetapi juga mengikis demokrasi dan kepercayaan publik pada negara. Di tengah suasana kekecewaan masyarakat atas kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang kian menekan belakangan ini, seperti kenaikan pajak di tingkat nasional dan daerah, tekanan ekonomi serta pernyataan sebagian anggota dewan yang dinilai kurang berempati terhadap kesulitan ekonomi rakyat, aksi unjuk rasa menjadi ruang penyaluran aspirasi yang sah.

Penting memastikan ruang ekspresi warga melalui aksi unjuk rasa tetap dihormati sebagai bagian dari hak konstitusional untuk menyampaikan pendapat. Karena itu, aparat harus kembali pada mandat utamanya yaitu hadir untuk melindungi rakyat dan memastikan kedamaian, mendukung dan menjaga warga yang menyampaikan aspirasi dan pendapatnya.

Bukan sebaliknya, menggunakan kekuatan berlebihan yang justru berpotensi disalahgunakan dan menebarkan rasa takut di tengah masyarakat. Lebih lanjut, situasi ini harus menjadi perhatian serius Pemerintah RI, DPR RI, dan Pemerintah Daerah dengan memperbaiki akuntabilitas kinerja sekaligus perilaku lembaga negara agar tetap sejalan dengan amanat rakyat.

Baca Juga: Viral Ibu Hijab Pink di Demo Jakarta, Mengapa Suara Perempuan Penting dalam Aksi Sosial?

Sumber: Komnas Perempuan
Penulis:
Editor: Arintha Widya