5 Pengeluaran yang Harus Dihentikan Kelas Menengah agar Kekayaan Bertambah

Arintha Widya - Sabtu, 6 September 2025
Kelas menengah harus hentikan pengeluaran ini jika ingin cepat kaya.
Kelas menengah harus hentikan pengeluaran ini jika ingin cepat kaya. kozyrskyi

Parapuan.co - Banyak orang mengira kunci kesuksesan finansial hanya soal bekerja lebih keras atau mendapatkan penghasilan lebih tinggi. Padahal, ada faktor lain yang lebih menentukan, yaitu menghindari kebocoran keuangan yang diam-diam menggerus kekayaan.

Sebagian pengeluaran mungkin terlihat wajar, tetapi jika dihitung secara matematis, justru merugikan dan menghalangi pertumbuhan aset dalam jangka panjang. Apa saja jenis pengeluaran tersebut, yang sebaiknya segera dihentikan oleh kelas menengah jika ingin kekayaannya bertambah? Simak informasinya sebagaimana dikutip New Trader U!

1. Beli Mobil Baru: Perangkap Depresiasi Ratusan Juta

Membeli mobil baru memang terasa membanggakan, tetapi dari sisi matematika ini adalah kesalahan besar. Data menunjukkan, mobil baru kehilangan sekitar 20% nilainya begitu keluar dari dealer, dan hingga 30% dalam setahun pertama.

Contoh kasus, kamu sebuah mobil baru seharga Rp690 juta. Setelah lima tahun, nilainya hanya sekitar Rp276 juta. Artinya, ada kerugian Rp414 juta hanya karena depresiasi—belum termasuk bunga kredit yang rata-rata bisa mencapai Rp90–120 juta untuk tenor enam tahun.

Jika uang depresiasi tersebut dialihkan ke investasi dengan imbal hasil 7% per tahun, nilainya bisa berkembang menjadi sekitar Rp828 juta dalam 15 tahun. Jalan cerdas: beli mobil bekas berkualitas berusia 2–3 tahun agar orang lain yang menanggung depresiasi terbesar.

2. Tiket Lotre

Masyarakat kelas menengah di beberapa negara sering menganggap membeli lotre adalah "hiburan murah" dengan harapan kaya mendadak. Padahal, peluang menang sangat kecil. Tiket seharga Rp20.000 seminggu berarti Rp1 juta setahun. Dalam 30 tahun, jumlah ini bisa menjadi Rp94 juta jika diinvestasikan.

Namun, jika investasi tersebut ditempatkan di reksa dana indeks dengan imbal hasil rata-rata 7% per tahun, hasil akhirnya bisa menembus Rp1,5 miliar. Dengan kata lain, kebiasaan kecil yang terlihat sepele justru membuang kesempatan untuk membangun kekayaan nyata.

Baca Juga: Hati-Hati, 8 Kebiasaan Ini Bisa Bikin Kita Terjebak di Kelas Menengah

3. Skema Cicilan: Membayar 3 Kali Lipat

Banyak keluarga tergoda membeli barang elektronik atau furnitur dengan sistem sewa-beli karena cicilannya terlihat ringan. Misalnya, TV Rp15 juta ditawarkan dengan cicilan Rp375.000 per minggu selama 78 minggu. Total akhirnya mencapai Rp29,2 juta—hampir dua kali lipat harga aslinya.

Lebih parah lagi, jika dihitung dengan bunga tahunan efektif, skema ini bisa mencapai 200–300%. Padahal, jika menyisihkan Rp375.000 per minggu dalam tabungan, hanya butuh sekitar 10 bulan untuk membeli barang yang sama secara tunai.

4. Garansi Tambahan: Bayar Lebih untuk Manfaat Minim

Garansi tambahan atau extended warranty sering ditawarkan saat membeli elektronik atau peralatan rumah tangga. Misalnya, untuk mesin cuci Rp15 juta, ditawarkan garansi tambahan Rp3,7 juta. Padahal, rata-rata biaya perbaikan selama periode garansi hanya sekitar Rp1,5–2,2 juta, barangkali lebih murah hanya ratusan ribu saja.

Artinya, konsumen membayar dua kali lipat dari nilai manfaat yang mungkin diterima. Solusi lebih baik adalah membuat "dana darurat perbaikan" sendiri. Uang yang dialokasikan untuk garansi bisa ditabung, sehingga jika barang rusak, dana itulah yang digunakan—dan jika tidak terpakai, tetap menjadi milik kita.

5. Produk Investasi dengan Biaya Tinggi

Banyak orang kelas menengah tergiur dengan produk investasi aktif yang menjanjikan "dikelola profesional". Masalahnya, biaya tahunan (management fee) sering mencapai 1–1,5%, jauh lebih tinggi dibanding reksa dana indeks yang hanya 0,03–0,2%.

Ambil contoh dana pensiun Rp3 miliar. Dalam 30 tahun dengan pertumbuhan rata-rata 7%, jika ditempatkan di instrumen berbiaya rendah, jumlahnya bisa berkembang menjadi Rp22,8 miliar. Tetapi jika memakai produk berbiaya tinggi, hasil akhirnya hanya Rp18,7 miliar. Ada selisih Rp4,1 miliar yang hilang hanya karena biaya pengelolaan.

Baca Juga: 7 Kiat Furgal Living yang Bisa Diterapkan Kelas Menengah di Tahun 2025

Kelas menengah sering terjebak dalam pengeluaran yang secara psikologis terasa masuk akal, tetapi secara matematis merugikan besar-besaran. Membeli mobil baru, rutin membeli lotre, tergoda angsuran barang, membayar garansi tambahan, hingga memakai produk investasi berbiaya tinggi hanyalah contoh nyata.

Jika lima kebiasaan ini dihentikan, bukan hanya kebocoran keuangan yang tertutup, tetapi kesempatan membangun kekayaan akan terbuka lebar. Kuncinya bukan sekadar menabung, melainkan menghindari perangkap matematis yang menggerus kekayaan secara diam-diam.

(*)

Sumber: New Trader U
Penulis:
Editor: Arintha Widya