Kurnianing Isololipu

Kepala Prodi Magister Administrasi Bisnis, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Pemerhati Perempuan

Ketika Perempuan Beraksi, Bersuara

Kurnianing Isololipu Jumat, 5 September 2025
Ketika perempuan beraksi, bersuara.
Ketika perempuan beraksi, bersuara. (akinbostanci/Getty Images)

Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.

Sejarah, terutama dalam bangsa-negara Indonesia, menunjukkan bahwa perempuan telah memiliki sumbangan tersendiri sejak jaman perjuangan kemerdekaan Indonesia, hingga Indonesia merdeka. Tentu pembaca paham kisah heroik Cut Nyak Dien atau Dewi Sartika dengan latar yang berbeda.

Untuk saat ini, di dalam Undang-Undang Pemilu 2017, perempuan nyata diberi porsi keterwakilan di parlemen sebanyak 30%. Negara-negara luar pun, salah satunya, Jepang, bertandang, belajar ke Indonesia untuk penerapan aturan ini. Meski, porsi besar perempuan di parlemen ini masih belum menunjukkan kinerja yang setara diharapkan oleh masyarakat.

Perempuan hadir di dalam setiap perjuangan, bukan untuk melawan dengan kekerasan. Perempuan hadir untuk menyentuh hati yang dihadapi, dengan nurani. Perempuan berusaha memberi kesadaran bahwa ada sesuatu yang salah, yang perlu segera diperbaiki. Perempuan tampil dalam aksi, tidak untuk mendapatkan validasi keberanian dirinya.

Perempuan tampil karena dorongan dalam diri yang begitu kuat, untuk dapat mengubah yang salah, menjadi benar. Perempuan tampil untuk maju bersama-sama menghadapi yang salah.

Tetaplah bersuara para perempuan, dengan kemampuan sesuai peran masing-masing. Sekecil, selembut apapun suara perempuan, itu tetap berarti di dalam setiap perjuangan. Seperti R.A. Kartini pernah berkata “Perempuan adalah pembawa peradaban”.

(*)

Baca Juga: Mengapa Suara Perempuan Penting dalam Narasi Demonstrasi di Indonesia?