Parapuan.co - Dalam dunia kerja, generasi Z kerap mendapat reputasi kurang baik. Banyak manajer mengeluhkan sulitnya merekrut hingga mempertahankan mereka. Tak jarang, muncul fenomena pekerja Gen Z yang baru saja direkrut, lalu berakhir dipecat hanya dalam hitungan minggu atau bulan.
Namun, kenyataannya sebagian besar karyawan Gen Z bukanlah pekerja “buruk”. Masalah justru muncul karena banyak manajer belum memahami bagaimana cara mengelola generasi ini. Simak 11 kesalahan yang sering dilakukan atasan saat berhadapan dengan Gen Z seperti dilansir dari Your Tango!
1. Salah Merekrut Orang
Merekrut kandidat yang tidak tepat bisa terjadi pada generasi mana pun. Tapi bagi Gen Z, tanda-tandanya sering lebih terlihat, seperti wawancara yang tidak serius atau jejak digital yang bermasalah. Mengabaikan hal ini bisa menimbulkan masalah ke depannya.
2. Menggunakan Humor yang Menyinggung
Lelucon seksis atau bernuansa SARA bukan lagi hal yang bisa ditoleransi di kantor. Gen Z lebih peka terhadap isu inklusivitas. Jika ingin mencairkan suasana, pilihlah humor yang tidak ofensif.
3. Memberikan Instruksi yang Samar
Bagi Gen Z, instruksi jelas dan terstruktur sangat penting. Hal yang dianggap “sudah seharusnya tahu” oleh generasi sebelumnya, belum tentu dipahami Gen Z. Panduan langkah demi langkah bisa membantu mereka bekerja lebih baik.
4. Minim Memberi Umpan Balik
Baca Juga: Benefit 4 Hari Kerja dalam Seminggu untuk Karyawan Maupun Perusahaan
Gen Z tumbuh dalam budaya yang terbiasa dengan feedback cepat. Mereka butuh kepastian apakah pekerjaan sudah sesuai atau perlu perbaikan. Umpan balik yang konstruktif dan berimbang membuat mereka merasa dihargai.
5. Mengabaikan Kesehatan Mental
Lebih dari 40% Gen Z mengaku sering mengalami kecemasan atau depresi. Karena itu, kesehatan mental jadi prioritas. Manajer yang responsif—misalnya dengan memberikan waktu istirahat ketika dibutuhkan—akan mendapat loyalitas lebih dari karyawan Gen Z.
6. Memakai Manipulasi Emosional
Kalimat seperti “Kita di sini seperti keluarga” atau “Kalau kamu pulang lebih awal, rekanmu akan kewalahan” justru membuat Gen Z menjauh. Mereka sudah belajar dari pengalaman generasi sebelumnya yang diperlakukan tidak adil dengan pola semacam ini.
7. Melakukan Pelanggaran Upah
Kasus pencurian upah (wage theft) masih marak terjadi. Gen Z paham betul hak-hak mereka soal gaji. Jika upah tidak transparan atau tidak dibayar sesuai perjanjian, jangan heran bila motivasi kerja mereka hilang.
8. Memberikan Gaji Rendah
Motivasi sulit tumbuh bila gaji tidak cukup untuk hidup layak. Bonus kecil atau fasilitas tambahan tidak bisa menggantikan kebutuhan dasar yang tidak tercukupi.
Baca Juga: Viral Karyawan Langsung Resign setelah Gajian, Bagaimana Etika Seharusnya?
9. Micromanaging
Meski butuh arahan, Gen Z juga mendambakan otonomi kerja. Mereka tidak suka diawasi terlalu ketat. Cara terbaik adalah memberi kepercayaan, sekaligus ruang untuk berdiskusi saat mereka butuh arahan.
10. Menjaga Hierarki Kaku
Gen Z lebih nyaman bekerja dalam struktur yang fleksibel. Mereka menghargai kesempatan untuk memberikan masukan, bukan sekadar tunduk pada sistem hierarki yang kaku.
11. Menggeneralisasi
Terakhir, kesalahan paling umum adalah menganggap semua Gen Z sama. Setiap individu berbeda. Alih-alih mengandalkan stereotip, mintalah masukan langsung dari karyawan agar manajemen lebih sesuai kebutuhan mereka.
Generasi Z membawa dinamika baru di dunia kerja. Mereka peduli pada kesehatan mental, transparansi, serta nilai keadilan. Kesalahan manajer dalam memahami karakteristik ini bisa berakibat pada tingginya turnover.
Sebaliknya, bila dikelola dengan tepat, Gen Z bisa menjadi aset penting dengan energi, kreativitas, dan loyalitas yang kuat.
Baca Juga: Jangan Diambil Pusing, Ini 5 Tips Menghadapi Karyawan Gen Z di Tempat Kerja
(*)