"Penonaktifan anggotan DPR tidak menghapus hak-hak konsitutsional seperti gaji, tunjangan, dan hak politik, kecuali diproses melalui mekanisme PAW resmi," jelas Agus.
Anggota DPR yang melanggar kode etik seharusnya melakukan langkah apa?
Agus mengatakan setiap anggota DPR lebih baik mundur secara sukarela. Ia juga mengungkapkan bahwa "Secara etis, mundur sukarela lebih konsisten dengan prinsip akuntabilitas."
Sejalan dengan hal tersebut, Dosen Hukum Tata Negara di Universitas Sebelas Maret (UNS), Sunny Ummul Firdaus mengatakan lebih elegan jika anggota DPR mundur secara sukarela.
"Jika kasus yang menimpa anggota DPR sifatnya pribadi dan tidak berdampak besar ke lembaga, lebih elegan mundur sukarela," jelas Sunny.
Ia juga mengatakan bahwa hal tersebut (pengduran diri) akan berdampak positif seperti halnya prosedur yang lebih cepat, jelas, dan menjaga kewibawaan lembaga.
Namun, jika kasus DPR berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik berat atau tindak pidana, terdapat mekanisme lain yang jauh lebih tepat dilakukan.
"Apabila ada dugaan kasus pelanggaran etik berat atau tindak pidana (korupsi, penyalahgunaan jabatan, dan lainnya), lebih tepat diberhentikan melalui mekanisme MKD/PAW. Tujuannya agar ada rekam pertanggungjawaban etik dan hukum yang jelas," pungkasnya.
Baca Juga: Status DPR Nonaktif Berbeda dengan Dipecat, Masih Terima Fasilitas Ini
(*)