Parapuan.co - Unjuk rasa masih terjadi di berbagai wilayah di Tanah Air, menyampaikan sejumlah tuntutan terkait Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, untuk membubarkan DPR, Presiden Prabowo tidak mempunyai kewenangan tersebut. Alhasil untuk merespons protes massa, nama-nama yang disorot seperti Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Uya Kuya, Eko Patrio, hingga Adies Kadir, dinonaktifkan oleh partai masing-masing.
Lantas, siapa sebenarnya yang berwenang memberhentikan seorang anggota DPR? Melansir Kompas.com, di bawah ini pemilik kewenangan pemberhentian anggota DPR dan penyebab mereka bisa diberhentikan.
Kedudukan Presiden dan DPR
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, presiden dan DPR memiliki posisi yang sejajar sebagai lembaga negara. Keduanya merupakan mitra kerja yang tidak bisa saling menjatuhkan.
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 7C UUD 1945 yang berbunyi: "Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat."
Dengan demikian, presiden tidak memiliki kewenangan untuk memecat atau memberhentikan anggota DPR. Tugas presiden dalam konteks ini hanya meresmikan keputusan pemberhentian yang sudah melalui mekanisme hukum dan politik yang berlaku.
Mekanisme Pemberhentian Anggota DPR
Ketentuan mengenai pemberhentian anggota DPR diatur dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. Dalam aturan tersebut dijelaskan beberapa alasan yang bisa membuat seorang anggota DPR diberhentikan dari jabatannya, di antaranya:
- Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap selama tiga bulan berturut-turut tanpa keterangan;
Baca Juga: Demo Buruh 28 Agustus 2025 di Gedung DPR, Ini Sederet Faktanya
- Melanggar sumpah/janji jabatan atau kode etik;
- Terbukti bersalah berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman penjara lima tahun atau lebih;
- Diusulkan pemberhentiannya oleh partai politik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR sebagaimana diatur dalam UU Pemilu;
- Melanggar ketentuan larangan dalam UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD;
- Diberhentikan dari keanggotaan partai politiknya;
- Menjadi anggota partai politik lain.
Pemberhentian anggota DPR berdasarkan alasan tertentu—seperti putusan pengadilan atau usulan partai politik—harus diusulkan oleh ketua umum dan sekretaris jenderal partai kepada pimpinan DPR, dengan tembusan kepada presiden. Presiden kemudian hanya meresmikan keputusan tersebut.
Sementara itu, jika pemberhentian disebabkan oleh pelanggaran etika atau hal lain di luar kewenangan partai, mekanismenya berada di tangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
MKD akan menyampaikan laporan ke rapat paripurna DPR, dan pemberhentian baru dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan rapat tersebut.
Baca Juga: Apakah DPR Bisa Dibubarkan? Ini Penjelasan Hukum dan Sejarahnya
(*)