TPPO adalah Kejahatan Serius, Melanggar Hukum dan Merusak Martabat Manusia

Saras Bening Sumunar - Senin, 25 Agustus 2025
Tindak pidana perdagangan orang.
Tindak pidana perdagangan orang. Love portrait and love the world

Parapuan.co - Perdagangan orang atau Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan salah satu bentuk kejahatan serius yang tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai martabat manusia. Korban TPPO diperlakukan layaknya barang yang diperjualbelikan demi keuntungan pihak-pihak tak bertanggung jawab.

Tindak kejahatan ini biasanya terjadi dalam berbagai modus, mulai dari iming-iming pekerjaan di luar negeri hingga tawaran penghasilan besar tanpa keterampilan khusus. TPPO juga bisa dilakukan melalui modus pernikahan pesanan yang pada akhirnya menjerumuskan korban ke dalam eksploitasi, baik secara fisik, ekonomi, maupun seksual.

Fenomena ini semakin berbahaya karena pelaku sering memanfaatkan kondisi rentan, seperti kemiskinan, kurangnya pendidikan, dan terbatasnya akses informasi, untuk menjerat korban dengan bujuk rayu yang seolah-olah terlihat meyakinkan.

Kalau Kawan Puan perhatikan, TPPO bukanlah isu yang jauh dari kehidupan sehari-hari, karena bisa saja menimpa siapa pun di sekitar kamu, bahkan keluarga, teman, atau tetangga, yang tanpa sadar terjebak dalam jaringan kejahatan ini.

Dalam rangka Hari Kemanusiaan Sedunia pada 19 Agustus lalu, PARAPUAN akan membahas pentingnya memberantas kejahatan TPPO yang merusak martabat manusia.

Pada pertengahan Juli 2025 lalu, muncul kasus TPPO yang melibatkan enam bayi tak berdosa sebagai korbannya. Untungnya, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat telah berhasil menggagalkan aksi perdagangan bayi tersebut.

Satu bayi ditemukan di Tangerang dan lima bayi lainnya ditemukan di Pontianak, Kalimantan Barat. Mengejutkannya, sebagian besar dari bayi-bayi tersebut sudah "dipesan" oleh calon pembeli sejak mereka masih berada di dalam kandungan.

Hal ini menandakan praktik perdagangan bayi ini tidak terjadi secara spontan, melainkan dirancang secara sistematis dan terorganisir sejak fase awal kehamilan sang ibu.

Orang tua dari bayi-bayi ini diketahui telah dengan sadar dan sengaja menjual anak mereka bahkan sebelum sang bayi lahir ke dunia. Dalam perjanjian ini, para pemesan menjanjikan akan menanggung seluruh biaya persalinan.

Baca Juga: KemenPPPA Pastikan Perlindungan Perempuan Korban TPPO Myanmar

Sebagai gantinya, bayi yang lahir akan langsung diserahkan kepada pihak yang telah memesannya. Lebih jauh lagi, praktik perdagangan bayi ini ternyata telah berlangsung cukup lama, yakni sejak tahun 2023.

Berkaca dari maraknya kasus TPPO di Indonesia, Menteri Pembedayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Arifah Fauzi menegaskan bahwa TPPO merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan.

"TPPO adalah bentuk kejahatan luar biasa yang secara fundamental merampas harkat, martabat, dan kebebasan individu. Dalam praktik TPPO, manusia diperlakukan layaknya komoditas yang dapat diperdagangkan demi keuntungan ekonomi, tanpa mempedulikan hak asasi dan perlindungan hukumnya," tegas Menteri PPPA, Arifah Fauzi dikutip dari laman resmi KemenPPPA.

Ia juga mengatakan bahwa pendekatan yang berperspektif korban harus menjadi inti dari setiap kebijakan dan tindakan. Menurutnya, "Kita wajib berpihak pada mereka, memastikan bahwa setiap upaya penanganan berorientasi pada pemulihan dan pemenuhan hak-hak mereka."

Lebih lanjut, Menteri PPPA menjelaskan TPPO bukan hanya persoalan domestik yang dihadapi Indonesia, melainkan isu global yang kompleks, karena melibatkan jaringan kejahatan terorganisir berskala besar.

Arifah Fauzi juga memaparkan beberapa modus TPPO saat ini yang terus mengalami perkembangan, diantaranya perekrutan sebagai pekerja dan Pekerja Migran Indonesia (PMI), pengantin pesanan atau kawin kontrak, magang di luar negeri, eskploitasi anak, eksploitasi seksual, hingga pengadopsian bayi dengan proses yang tidak benar.

Sejalan dengan itu, Wakil Menteri PPPA Veronica Tan menambahkan bahwa KemenPPPA tengah memperkuat layanan Call Center Sapa 129 dengan ticketing system. Tujuannya, memaksimalkan pengaduan, termasuk TPPO dan mencegah kemungkinan terjadinya trauma berulang bagi korban.

"Kami sedang mencoba integrasi ticketing system agar sistem laporan yang masuk bisa online, sehingga saat melapor nanti korban tidak harus berkali-kali menceritakan kekerasan yang dialami pada tiap tingkatan pemberi layanan," jelas Veronica Tan.

"Saat ini sedang tahap uji coba, bekerjasama dengan stakeholder dan mitra KemenPPPA. Tentu ini membutuhkan kolaborasi, mulai dari Posbakum (Pos Bantuan Hukum), aparat penegak hukum, dan semua pihak termasuk daerah," jelas Wamen PPPA.

Wamen PPPA juga menjelaskan KemenPPPA tengah mendorong penciptaan care economy (ekonomi perawatan) untuk dapat menjadi solusi dari hulu ke hilir dalam mencegah TPPO.

Care economy dinilai dapat mencegah terjadinya praktik perdagangan orang dengan mendorong peningkatan kemampuan melalui sertifikasi dan legalitas, sehingga dapat memberikan rasa aman dan perlindungan bagi pekerja dalam bidang-bidang perawatan (care worker), baik di dalam maupun luar negeri.

Baca Juga: Viral Mahasiswa Jadi Korban TPPO di Jerman, Ini Tips Hindari Loker Magang Palsu

(*)