Evolusi Digital dan Kekuatan Public Pressure dalam Pengusutan Kasus di Era Media Sosial

Arintha Widya - Rabu, 23 Juli 2025
Evolusi digital hingga fenomena no viral no justice.
Evolusi digital hingga fenomena no viral no justice. Oleksandr Hruts

Fenomena no viral, no justice atau kalau tidak viral, tidak ditindak menjadi ironi tersendiri dalam konteks keadilan sosial. Meski idealnya sistem hukum tidak boleh bergantung pada tingkat kepopuleran sebuah kasus, realitanya tekanan publik kerap menjadi pemicu utama adanya tindakan.

Dalam hal ini, media sosial tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga menjadi arena perjuangan untuk memaksa perubahan kebijakan. Namun, Nenden menekankan bahwa ini bukanlah sistem yang sehat.

"Kita tahu bahwa konsep no viral, no justice ini sesuatu yang salah sebetulnya, karena sebaiknya tidak seperti itu," paparnya. Meski demikian, ia mengakui bahwa public pressure tetap punya power yang besar dalam mendorong perubahan dan membuat isu-isu sosial mendapat perhatian serius dari pemerintah atau lembaga terkait.

Menyikapi tantangan ini, SAFEnet dalam lima tahun ke depan memiliki beberapa prioritas kerja. Pertama adalah mendorong pemerintah agar membuat dan menegakkan kebijakan yang menjamin hak-hak digital warga secara komprehensif. "Untuk memastikan bagaimana dunia digital ini tetap aman, bebas, dan juga inklusif," kata Nenden.

Kedua, SAFEnet melihat pentingnya peningkatan kapasitas masyarakat sipil, baik melalui pelatihan maupun workshop, agar setiap individu memiliki daya tahan dalam menghadapi potensi kekerasan digital.

"Orang per orang itu juga harus tahu bagaimana cara melindungi diri mereka ketika mereka tidak bisa mencari pelindungan kepada aparat penegak hukum," terang Nenden Sekar Arum.

Ketiga, memperkuat solidaritas lintas komunitas menjadi kunci. Kolaborasi antar organisasi masyarakat sipil, komunitas akar rumput, serta keterlibatan kelompok warga lainnya penting untuk menciptakan daya desak yang luas dan kolektif terhadap kebijakan publik.

"Kita perlu terus merawat bagaimana solidaritas publik dari berbagai kalangan, stakeholders, tidak hanya aktivis tapi juga grassroots dan kelompok masyarakat lainnya, yang kita rasa sangat penting untuk bisa sama-sama bersuara," tegasnya.

Dalam konteks Asia Tenggara, termasuk Indonesia, di mana ruang digital kerap digunakan baik untuk advokasi maupun represi, pendekatan ini menjadi sangat krusial. Keterlibatan publik yang kritis serta keberanian bersuara di ruang digital harus didukung oleh sistem yang adil dan perlindungan yang kuat bagi korban kekerasan digital.

Transformasi digital yang terjadi bukan hanya soal teknologi, tetapi juga perubahan pola pikir dan cara masyarakat membangun solidaritas. Media sosial kini bukan lagi sekadar tempat berbagi foto atau hiburan, tetapi menjadi ruang strategis untuk memperjuangkan hak, keadilan, dan perubahan sosial. Maka, menjaga agar ruang ini tetap sehat, aman, dan inklusif adalah tugas bersama yang tidak bisa ditunda.

Baca Juga: Kata Nenden SAFEnet Soal Kekerasan terhadap Jurnalis Termasuk Pelanggaran Hak Digital

(*)

Sumber: Wawancara
Penulis:
Editor: Arintha Widya