Direktur Eksekutif SAFEnet Ungkap Tantangan dan Perkembangan Advokasi Hak Digital di Indonesia

Arintha Widya - Rabu, 16 Juli 2025
Tantangan advokasi hak digital di Indonesia menurut Direktur Eksekutif SAFEnet.
Tantangan advokasi hak digital di Indonesia menurut Direktur Eksekutif SAFEnet. Instagram @nendensan

Parapuan.co - Hak digital kini menjadi salah satu isu mendesak di tengah pesatnya pertumbuhan teknologi dan digitalisasi masyarakat. Salah satu lembaga yang aktif mengawal isu ini adalah Southeast Asia Freedom of Expression Network (SafeNet), yang telah lama fokus pada advokasi kebebasan berekspresi, perlindungan data pribadi, dan keamanan digital di Asia Tenggara.

Nenden Sekar Arum, Direktur Eksekutif SAFEnet, membagikan pengalaman dan tantangan yang ia hadapi dalam kerja-kerja advokasi ini. Ia mengenang bahwa tugas pertamanya di organisasi adalah mendata kasus kriminalisasi berdasarkan Undang-Undang ITE.

Dari situlah ia mulai memahami bahwa berekspresi di media sosial pun bisa berujung pada pemidanaan, sebuah realita yang memunculkan pertanyaan besar tentang kebebasan berekspresi di era digital.

Tantangan Personal dan Struktural

Sebagai sosok yang relatif baru di dunia advokasi hak digital, Nenden mengakui dirinya masih dalam proses belajar. Ia merasa tantangan personal seperti keraguan akan kapasitas diri sering muncul, apalagi di tengah kultur advokasi yang masih maskulin dan kerap didominasi oleh laki-laki. Tak jarang, ia merasa kehadirannya hanya sebagai token perempuan dalam ruang-ruang strategis.

Namun, tantangan tak hanya datang dari dalam. Ia menyoroti bagaimana tren pemerintah, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain, yang semakin restriktif terhadap kebebasan di ruang digital. "Aturan-aturan baru dan berbagai modus kekerasan digital kini makin kompleks. Ini berdampak langsung pada kerja-kerja organisasi," ujar Nenden kepada PARAPUAN.

Kesadaran Publik yang Mulai Tumbuh

Meski tantangan terus ada, Nenden melihat ada titik terang dari meningkatnya kesadaran masyarakat. Terutama dalam isu perlindungan data pribadi. Ketika masyarakat mulai mengalami langsung dampak penyalahgunaan data—seperti mendapat spam call atau pendaftaran ke pinjaman online ilegal—kesadaran terhadap pentingnya hak atas privasi mulai tumbuh.

Namun berbeda dengan isu perlindungan data, kebebasan berekspresi masih menjadi wilayah yang abu-abu. Banyak orang belum menyadari bahwa menyuarakan pendapat atau kritik di dunia maya bisa berujung pada ancaman hukum atau serangan digital. Ditambah lagi, batas antara ujaran kebencian dan ekspresi sah sering kali tidak dipahami secara jelas oleh masyarakat luas.

Baca Juga: 5 Skill yang Wajib Dimiliki Perempuan Mandiri di Era Digital

Sumber: Wawancara
Penulis:
Editor: Arintha Widya