Wajah Pelanggaran Hak Digital di Asia Tenggara
Berdasarkan pantauan SAFEnet, pelanggaran hak digital di Asia Tenggara dan Indonesia terjadi dalam berbagai bentuk, yang bisa diklasifikasikan dalam tiga isu utama: akses internet, kebebasan berekspresi, dan rasa aman di ruang digital.
Dalam hal akses internet, penyensoran sepihak oleh negara masih menjadi masalah. Banyak situs atau akun media sosial diblokir tanpa penjelasan yang transparan. "Kebanyakan yang diblokir justru akun-akun yang kritis terhadap pemerintah," jelas Nenden, menyoroti potensi penyalahgunaan kekuasaan dalam mengatur konten digital.
Sementara dalam isu kebebasan berekspresi, kriminalisasi warganet masih marak terjadi, bahkan setelah revisi UU ITE pada awal 2024. Alih-alih menurun, jumlah kasus justru cenderung meningkat. Hal ini menciptakan efek jera yang melumpuhkan semangat warga untuk menyampaikan kritik atau pendapat.
Selain jalur hukum, bentuk tekanan lainnya datang dari serangan buzzer atau cyber troopers terhadap individu vokal di media sosial. Praktik ini, menurut SAFEnet, menjadi tantangan besar dalam memastikan ruang digital yang bebas dan aman bagi semua orang.
Solidaritas yang Menembus Batas Negara
Kerja-kerja advokasi hak digital, seperti yang dilakukan SAFEnet, tidak bisa lagi dibatasi oleh batas negara. Persoalan kebebasan berekspresi, penyalahgunaan teknologi, dan pelanggaran data pribadi telah menjadi persoalan global. Apa yang terjadi di satu negara bisa dengan cepat menyebar ke negara lain, termasuk dalam bentuk regulasi yang mengekang.
Karena itu, solidaritas lintas negara dan lintas isu sangat diperlukan. Seperti yang diyakini oleh Nenden dan rekan-rekannya di SAFEnet, perlindungan hak digital adalah bagian dari perjuangan hak asasi manusia yang kini tak bisa lagi dilepaskan dari kehidupan sehari-hari.
Baca Juga: Perempuan Diutamakan, BPJS Kesehatan Buka Lowongan Kerja Kreator Konten Digital
(*)